TENTANGKITA.CO, JAKARTA – Debat capres yang berlaga pada Pilpres 2024 baru saja digelar pada Selasa (12/12) malam pada masalah tentang Papua ketiga kandidat dinilai tidak bisa menghadirkan solusi yang komprehensif.
Debat capres berlangsung seru, para kandidat tidak ragu-ragu untuk memberi pertanyaan tajam, menyerang dan saling sindir masalah-masalah sensitif yang dianggap kelemahan lawan. Prabowo Subianto yang unggul dalam berbagai survei mendapat serangan bertubi-tubi.
Dalam masalah Papua, Prabowo Subianto mengatakan ada kekuatan asing yang mendukung kelompok separatis untuk melakukan tindakan teror kepada masyarakat Indonesia bahkan penduduk asli. Karena itulah dia akan melakukan penegakkan hukum sekaligus penguatan aparat di Papua.
“Kita lihat ada campur tangan asing dan kita lihat kekuatan tertentu ingin Indonesia disintegrasi dan pecah,” kata Prabowo.
Pernyataan ini langsung mendapatkan respons dari kandidat lain. Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan mengkritik Prabowo yang cenderung melakukan pendekatan keamanan dalam menyelesaikan kasus Papua. Keduanya mengajukan pendekatan dialogis dan keadilan sosial untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Namun Prabowo menanggapi dengan mengatakan bahwa persoalan HAM di Papua multidimensi sehingga harus didekati secara komprehensif. Konflik di Papua cukup kompleks karena ada unsur geopolitik, sehingga penyelesaian isu HAM di daerah tersebut harus menyeluruh dan terpadu termasuk dengan pendekatan dialog.
“Saya setuju pendekatan dialog. Tapi persoalan Papua tidak sesederhana itu,” kata Prabowo.
Pandangan Para Capres tentang Papua Tidak Komprehensif
Ketua Gugus Tugas Papua Universitas Gadjah Mada Gabriel Lele mengatakan, pandangan para calon presiden tentang persoalan Papua tidak komprehensif.
Menurut Gabriel, persoalan Papua adalah kombinasi latar historis-ideologis yang bermuara pada tuntutan separatis, serta marginalisasi yang mengerucut pada penegasan identitas Papua dan sedikit ekspresi kekerasan.
Selain itu pertarungan ekonomi-politik sumber daya Papua yang menjadikan konflik sebagai instrumen sekaligus bisnis.
“Oleh karena itu, solusinya harus mengombinasikan pendekatan dialog, akselerasi dan pemerataan pembangunan, serta penegakan hukum terhadap para aktor ekonomi-politik yang menjadikan konflik sebagai instrumen pertarungan kepentingan,” ujar dia.
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Adriana Elisabeth mengatakan pemahaman para calon presiden yang berbeda-beda mencerminkan realitas bahwa realitas Papua memang tidak tunggal.
Penyelesaian masalah ini harus sesuai dengan kondisi spesifik di Papua, baik soal jenis konflik yang meluas, keterlibatan aktor yang makin banyak dengan kepentingan yang saling berkelindan antara politik dan ekonomi terutama di sektor sumber daya alam.
Papua menurut dia memang memerlukan pendekatan dialog, namun ini pun harus dirancang khusus berbeda dari pendekatan pembangunan dan pendekatan keamanan.
“Tujuan pendekatan dialog dalam jangka panjang adalah membangun perdamaian dan keadilan. Jadi tidak benar kalau dikatakan oleh capres (nomor urut 1) bahwa tidak ada kekerasan di Papua,” ujar dia.
Pada BenarNews, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengapresiasi pertanyaan tentang Papua muncul di awal debat capres namun menyayangkan belum membahas soal bagaimana menyelamatkan sandera pilot asing yang masih ditahan pihak separatis Papua.
“Dari debat hari ini, pemikiran Prabowo masih paradigma lama. Retorika anti asing yang menuduh keterlibatan pihak luar negeri tanpa bukti,” kata Usman.
Menurut Usman, Prabowo menunjukkan sikap berat sebelah karena hanya menyalahkan pihak yang pro kemerdekaan Papua tanpa mengevaluasi kritis atas kebijakan pemerintah yang salah.
“Stigma teroris dan separatis dari Prabowo hanya akan memperburuk tren kekerasan dan konflik Papua. Jawaban Prabowo keliru besar,” kata Usman.
“Ganjar bagus konkret sentuh masalah tren kekerasan dan konflik yang ditanyakan dengan solusi yang tepat dan sangat dibutuhkan dialog,” kata dia.
“Anies Baswedan juga jelas, tren kekerasan dan konflik Papua perlu diselesaikan dengan dialog.”
Sasar Pemilih Ragu-ragu
Pengamat politik Ujang Komarudin mengatakan dalam debat KPU memberikan kesempatan pada para kandidat Pilpres 2024 untuk menjabarkan visi, misi dan gagasannya.
“Hal yang diperdebatkan para kandidat itu penting untuk bisa menilai melihat memahami para kandidat dalam konteks apa namanya menyampaikan visi misi program. Sedikit banyak bisa menggiring opini,” ujar dia.
Terutama kata Ujang mereka yang masih ragu-ragu dalam memilih. Menurut Litbang Kompas, jumlah pemilih yang belum menentukan keputusannya sebanyak 28,7%.
“Debat itu untuk meyakinkan mereka,” ujar dia.