Kebutuhan nomor tunggal sebagai alat penyatu data dalam sebenarnya telah disadari oleh Pemerintah dengan mengusulkan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang mengamanatkan nomor tunggal antara Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Namun, upaya itu belum cukup. Alasan, DJP hanya menjadi penerima data dan tidak berperan sebagai pemegang utama akses data NIK. Padahal DJP sudah mempunyai kewenangan atributif karena sifat rahasia data pajak.
Menurutnya, upaya pemerintah saat ini bukanlah kebijakan baru. Penyatuan data sudah dimulai melalui dengan UU No.19/2001 dan kemudian dilanjutkan dalam Pasal 35A UU No.28/2007 tentang KUP.
“Hasil penelitian disertasi menunjukkan aturan pelaksanaan UU tersebut yang tertuang dalam PP dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mencerminkan adanya ketidakkonsistenan. Hal tersebut menjadi salah satu hambatan utama dalam lahirnya SIN Pajak,” paparnya.
BACA JUGA: KJP Juni dan BSU 2022 Kapan Cair: Cek di bsu.kemnaker.go.id dan Link di Sini
BACA JUGA: BSU 2022 atau Bantuan Subsidi Upah Segera Cair, Begini Cara Cek Penerima
SIN kembali dihidupkan pemerintah demi penerimaan pajak yang optimal dan tax ratio kembali pada level dua digit. Integrasi NIK dan NPWP, katanya, tidak cukup untuk mengungkit penerimaan pajak.
Pemerintah, khususnya Kemenkeu perlu melihat kembali aturan turunan UU KUP khususnya tentag akses data bagi DJP. Hadi menyatakan DJP wajib memiliki akses kepada data pihak ketiga seperti yang diatur dengan tegas pada Pasal 35A UU KUP.
“Pemerintah yang menginginkan adanya uji kepatuhan dengan menggunakan aliran data, sebaiknya Kementerian Keuangan segera berinisiatif untukmelakukan government review,” ungkapnya.