TENTANGKITA.CO, JAKARTA – Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) PP Muhammadiyah memutuskan awal puasa 1 Ramadan 1445 Hijiriyah bertepatan dengan tanggal Senin 11 Maret 2024 dan Hari Raya Idulfitri 1 Syawal jatuh pada Rabu 10 April 2024.
Keputusan awal Ramadan 1445 H jatuh pada 11 Maret 2024 berdasarkan hisab hakiki wujudul hilal menjadi menjadi pedoman Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.
Surat ketetapan awal Ramadan pada 11 Maret dan Hari Raya Idulfitri 10 April 2024 tersebut ditandatangani oleh Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Hamim Ilyas dan Sekretaris Atang Solihin.
Menurut penetapan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, seperti dilansir laman pwmu.co, di wilayah Indonesia tanggal 1 Ramadhan 1445 H jatuh pada hari Senin Pahing, 11 Maret 2024 M. Pada tanggal ini dimulai puasa Ramadhan.
“Tinggi bulan pada saat matahari terbenam di Yogyakarta tanggal 10 Maret yakni (¢ = -07° 48′ LS dan l= 110° 21′ BT ) = +00° 56′ 28” (hilal sudah wujud),” tulis keterangan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.
Pada saat matahari terbenam tanggal 10 Maret 2024, bulan berada di atas ufuk (hilal sudah wujud) kecuali di wilayah Maluku Utara, Papua, Papua Barat, dan Papua Barat Daya.
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah juga menetapkan 1 Zulhijah 1445 H jatuh pada Sabtu, 8 Juni 2024, Hari Arafah (9 Zulhijjah) pada Ahad, 16 Juni 2024, dan Idul Adha pada Senin, 17 Juni 2024.
BACA JUGA: Buya Syakur Yasin Indramayu Meninggal Dunia Rabu Dini Hari 17 Januari 2024
Laman PP Muhammadiyah dalam satu artikelnya menyebut bahwa hisab hakiki merupakan metode penentuan awal bulan Qamariah yang dilakukan dengan menghitung gerak faktual (sesungguhnya) Bulan di langit.
Dengan begitu, bermula dan berakhirnya bulan Qamariah mengacu pada kedudukan atau perjalanan benda langit tersebut. Hanya saja, untuk menentukan pada saat mana dari perjalanan Bulan itu dapat dinyatakan sebagai awal bulan baru terdapat berbagai kriteria dalam hisab hakiki untuk menentukannya.
DUA METODE
Terdapat dua metode hisab hakiki yang populer di Indonesia, yaitu:
Hisab Hakiki Imkan Rukyat
Menurut metode ini, bulan baru dimulai apabila pada sore hari ke-29 bulan Qamariah berjalan saat matahari terbenam, Bulan berada di atas ufuk dengan ketinggian sedemikian rupa yang memungkinkannya untuk dapat dilihat.
Namun, para ahli tidak sepakat dalam menentukan berapa ketinggian Bulan di atas ufuk untuk dapat dilihat dan ketiadaan kriteria yang pasti ini merupakan kelemahan kriteria bulan baru berdasarkan imkan rukyat.
Sebelum adanya keputusan dari MABIMS, Imkan RUkyat yang dipedomani Kementerian Agama ialah ketinggian hilal 2 derajat, sudut elongasi bulan-matahari 3 derajat, dan umur bulan paska konjungsi 8 jam (2-3-8). Kriteria baru dari MABIMS yang kemudian diaplikasikan Kemenag ialah ketinggian hilal 3 derajat dan sudut elongasi 6,4 derajat (3-6.4). Kriteria baru ini pada masa akan datang diprediksi akan menghadapi tantangan implementasi di lapangan.
Hisab Hakiki Wujudul Hilal
Menurut metode ini, bulan Qamariah baru dimulai apabila pada hari ke-29 bulan Qamariah berjalan saat matahari terbenam terpenuhi tiga syarat berikut secara kumulatif:
(1) telah terjadi ijtimak
(2) ijtimak terjadi sebelum matahari terbenam
(3) pada saat matahari terbenam Bulan (piringan atasnya) masih di atas ufuk.
Apabila salah satu dari kriteria tersebut tidak dipenuhi, maka bulan berjalan digenapkan tiga puluh hari dan bulan baru dimulai lusa. Kriteria ini digunakan oleh Muhammadiyah.
Persamaan antara Imkan Rukyat dan Wujudul Hilal terletak pada keberadaan Bulan di atas ufuk saat matahari terbenam pada hari konjungsi. Keberadaan Bulan di atas ufuk itu penting mengingat ia adalah inti makna yang dapat disarikan dari perintah Nabi saw melakukan rukyat dan menggenapkan bulan 30 hari bila tidak dapat dilakukan rukyat.
Bulan yang terlihat pastilah di atas ufuk saat matahari terbenam dan Bulan pasti berada di atas ufuk saat matahari terbenam apabila bulan Qamariah berjalan digenapkan 30 hari.
Hanya saja dalam hisab imkan rukyat yang menuntut keberadaan Bulan harus pada posisi yang bisa dirukyat menimbulkan kesukaran untuk menentukan apa parameternya untuk dapat dirukyat, sehingga terdapat banyak sekali pendapat mengenai ini.
Para ahli tidak sepakat dalam menentukan berapa ketinggian Bulan di atas ufuk untuk dapat dilihat. Kriteria MABIMS berbeda dengan negara lain seperti Mesir yang mensyaratkan sudut ketinggian hilal minimal 4 derajat, di komunitas Muslim Amerika minimal 15 derajat. Kriteria-kriteria ini hanya didasarkan pada kesepakatan belaka bukan alasan astronomis.
Karena itulah, hisab hakiki Wujudul Hilal lebih memberikan kepastian dibandingkan dengan hisab imkan rukyat. Dalam Wujudul Hilal, jika posisi bulan sudah berada di atas ufuk pada saat terbenam matahari, seberapapun tingginya (meskipun hanya 0,1 derajat), maka esoknya adalah hari pertama bulan baru.
Demikian informasi terkait awal puasa 1 Ramadan 1445 H yang jatuh pada 11 Maret 2024 dan Hari Raya Idulfitri yang bertepatan dengan 10 April berdasarkan keputusan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.