Oleh Sutan Eries Adlin, wartawan tentangkita.co
TENTANGKITA.CO, JAKARTA — Kabar duka itu saya terima dari teman pagi ini. Mas Rahfie namanya. Isinya, KH Buya Abdul Syakur Yasin meninggal dunia pada Rabu dini hari, 17 Januari 2023, di RS Mitra Plumbon, Cirebon, Jawa Barat.
Nama mas Rahfie harus saya sebut karena tepat sehari sebelumnya alias kemarin kami sempat membincangkan sosok Buya Syakur di ruangan mas Rahfie.
“Bang yg kemarin abang baru ceritain ke saya,” kata Mas Rahfie mengiriman pesan Whats Appa dengan menyertakan flyer kabar duka wafatnya Buya Syakur.
Kebetulan Mas Rafhie dan Buya Syakur memiliki ‘kedekatan’ karena sama-sama berasal dari Indramayu, Jawa Barat. Buya Syakur adalah pengelola Pondok Pesantren Candangpinggan, Indramayu.
Saya kroscek kabar tersebut. Beberapa akun di media sosial X alias Twitter yang saya kenal pun mengabarkan hal serupa.
Innalillahi wa inna ilaihi raji’un….
Buya Syakur adalah guru buat saya. Ini jelas klaim pribadi karena saya belum pernah menjadi santri beliau. Saya hanya pernah bertemu sekali dengan ‘ulama eksentrik’ ini ketika Buya Syakur berceramah di masjid tidak jauh dari tempat tinggal saya di Pisangan Lama, Jakarta Timur.
Klaim saya bahwa Buya Syakur adalah guru mungkin mirip perlakuan saya terhadap Cak Nur dan Gus Dur. Dua pemikir Islam itu saya klaim sebagai guru juga idola meski saya tidak pernah menuntut ilmu langsung kepada beliau berdua.
Buya Syakur, tanpa mengecilkan peran para ulama lain, buat saya, serasa mengisi kekosongan pemikiran Islam setelah Gus Dur dan Cak Nur wafat. Menurut pengakuan Buya Syakur, beliau memang memiliki kedekatan dengan dua tokoh itu.
ULAMA EKSENTRIK
Saya menyebut Buya Syakur sebagai ulama ekstentrik tentu bukan tanpa alasan. Meski rutin mengisi pengajian di desa kecil dan kota kecil Indramayu, ceramah Buya Syakur tersebar melintas batas kota bahkan negara lewat YouTube.
Dan kanal YouTube itu bukan kaleng-kaleng. Kanal resmi YouTube KH Buya Syakur Yasin MA dengan Wamimma TV-nya memiliki 1,16 juta subscriber. Belum lagi siaran ulangan atau potongan ceramah Buya Syakur yang diunggah kanal YouTube dari pihak lain.
Kalau mendengarkan dan menonton video ceramah beliau, kita akan menikmati idiom-idiom dengan dialek Indramayu alias Cirebonan yang khas bercampur dengan bahasa Indonesia, Arab, Inggris bahkan Prancis.
Perjalanan hidup memang memungkinkan ulama ini berbicara dalam aneka bahasa. Buya Syakur sempat belajar dan tinggal di Timur Tengah mulai Irak, Suriah, Libya, Tunisia, hingga Mesir selama 20 tahunan.
Buya Syakur muda belajar dan bekerja di Tunisia. Di negara itu, bahasa Prancis merupakan bahasa yang lazim dipakai. Jadi tidak heran, ulama itu fasih menyitir kata dan ungkapan dalam bahasa Prancis.
Buya Syakur juga sempat menempuh pendidikan doktoral di di Oxford sehingga bahasa Inggris tentu bukanlah menjadi persoalan bagi orang Indramayu ini.
Sependek pemahaman saya, Buya Syakur amat mengedepankan rasionalitas dalam memahami agama. Akibatnya, tidak jarang sebagian orang menyebut beliau dekat dengan pemikiran Mu’tazilah yang mengedepankan free will.
Walaupun, dari pengalaman saya mengikuti ratusan ceramah beliau di YouTube, sepertinya label itu tidak 100 persen tepat. Dalam momen tertentu, beliau justru mengajarkan jamaahnya bahwa semua yang terjadi di muka bumi sudah ada ketentuan dari Allah—sebuah pemikiran yang berkebalikan dengan paham mu’tazilah.
Kepada jamaah yang mengikuti pengajiannya di desa-desa Indramayu, Buya Syakur enteng-enteng saja menyitir penjelasan tentang oxyribonucleic acid alias DNA atau ilmu antariksa.
Ulama inipun tak sungkan menyelipkan nama ‘ilmuwan sekuler’ seperti Albert Einstein, Aristoteles, atau Sigmun Freud di antara ulama besar Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafei, Imam Hambali, Syaikh Abdul Qadir al Jilani, dan Imam Ghazali dalam ceramahnya.
Akibat isi ceramahnya yang beraneka ragam itu, sebagian orang dan juga ulama menilai pemikiran Buya Syakur menyesatkan. Tudingan yang lebih halus, ulama asal Indramayu ini lekat dengan pemikiran liberal dan pluralisme.
Kalau menurut saya sih, pemikiran Buya Syakur masih oke-oke saja. Memang, dalam beberapa hal, kadang saya tidak ‘sampai’ dan ‘berani’ untuk berpandangan seperti beliau.
BACA JUGA: Benarkah Buya Hamka Mengharamkan Mengucapkan Selamat Natal?
TAFSIR AL FATIHAH
Salah satu yang paling yang saya ingat terkait dengan isi ceramah Buya Syakur adalah ketika beliau menjelaskan tafsir surat Al Fatihah terutama menyangkut kata arrahman dan arrahiim.
Sebagai ahli linguistik, Buya Syakur mempermasalahkan tentang terjemahan dari kata arrahmanirrahiim dalam surat Al Fatihah. Yang umum, kata tersebut diartikan sebagai Yang Maha Pengasih dan (lagi) Maha Penyayang.
Terjemahan dengan menggunakan kata ‘dan’ atau ‘lagi’ itu dipersoalkan Buya Syakur karena yang tertulis adalah arrahmanirrahiim bukan arrahman wa rahiim. Dalam bahasa Arab, ‘wa’ itu artinya ‘dan’.
Beliau memberikan ilustrasi yang menarik tentang tafsir arrahmanirrahiim itu. Contohnya pakai bahasa saya saja ya.
Misalnya saya memiliki pujaan hati seorang perempuan yang dilabeli dengan istilah ‘hitam manis’. Nah hitam manis itukan konsep untuk menyebutkan kecantikan. Istilah itu kan gak bisa diartikan dengan dengan perempuan hitam dan perempuan manis. Begitu kira-kira penjelasannya.
Contoh lain dari pencerahan dari Buya Syakur yang berkesan buat saya adalah ketika beliau menjelaskan tentang konsep haram dalam Islam.
Menurut beliau, haram itu tidak bisa diartikan sebagai sekadar larangan an sich. Haram bisa juga berarti mulia dan terhormat.
Lagi-lagi saya teringat dengan Mas Rafhie. Ada kejadian yang, menurut saya, pas untuk menjelaskan pandangan Buya Syakur tentang konsep haram.
Ceritanya, setelah selesai pertemuan di lantai 10 kantornya kemarin, kami bertiga saya, Mas Rahfie, dan seorang teman lagi, Mas Latiep, hendak turun menggunakan lift.
Mas Latiep sudah bermaksud menempelkan kartu tamu ke sensor lift untuk menghentikan lift ke lantai kami berada. Namun, tiba-tiba Mas Rahfie ‘melarang’ kami menggunakan lift itu.
Kemudian Mas Rahfie justru mengarahkan kami menggunakan lift khusus di gedung kantornya. Jadi kami tidak harus menunggu lama karena saat itu lift yang biasa akan penuh dengan karyawan.
Kira-kira seperti itulah konsep haram dalam agama seperti yang disampaikan Buya Syakur. Allah mengharamkan sesuatu karena saat itu Allah sedang menjaga kemulian dan kehormatan kita para hambanya. Jadi bukan semata-mata urusan boleh dan tidak atau dosa dan pahala.
Selamat kembali pulang Buya Syakur serta bertemu dengan Cak Nur dan Gus Dur. Al Fatihah