TENTANGKITA.CO – Mitigasi bencana seharusnya menjadi sebuah kurikulum tersendiri bagi siswa di Indonesia khususnya bagi kawasan yang rentan bencana. Sebagai bagian dari upaya melakukan pendidikan kebencanaan dan melakukan edukasi kepada siswa sekolah, Pusat Studi Kebudayaan (Pusdikbud) Universitas Gadjah Mada (UGM) melakukan launching permainan edukasi dengan nama Truwelu.
Permainan edukasi mitigasi bencana ini sebagai bagian dari antisipasi potensi bencana bagi siswa usia sekolah yang belum pernah mengenal bencana sebelumnya.
Kepala Pusat Studi Kebudayaan UGM, Dr. Sri Ratna Saktimulya, M.Hum saat melakukan launching permainan edukatif mitigasi bencana Truwelu menuturkan bahwa pengetahuan kebencanaan dari perspektif keilmuan dan budaya. Selain itu, juga memuat piwulang (ajaran) leluhur yang terdapat dalam manuskrip kuno dan cerita rakyat yang selanjutnya diolah dan disampaikan dalam kemasan modern.
“Ini merupakan permainan interaktf semi digital yang mengadopsi dari piwulang leluhur dan piwulang kuno,” jelas Dosen Jurusan Sastra Jawa Fakultas Ilmu Budaya FIB UGM ini.
Truwelu diambil dari singkatan Trustha yang artinya senang, Wignya artinya pandai, Edi artinya indah dan Luhur artinya berbudi luhur.
Truwelu merupakan permainan berwujud ulartangga yang diadopsi dari keyakinan Jainism India Kuno.
Teknis permainan petak merah muda adalah pitakonan dan petak biru adalah kawruh.
Permainan Truwelu memuat pertanyaan sebagai sarana pembelajaran terkait mitigasi bencana. Selain itu juga terdapat menu kawruh yang berisi informasi terkait kepercayaan atau budaya lokal terkait bencana yang terjadi. Truwelu ini bisa dimainkan oleh 2-4 pemain. Dalam satu permainan menggunakan satu smartphone dari salah satu pemain. Untuk bermain, pemain perlu mengakses truweluboardgame.id atau memindai QR code yang tersedia.
“Selain menciptakan permainan edukatif juga kami ingin memasyarakatkan pemikiran pemikiran pendahulu melalui piwulang piwulang kuno. Hal ini karena piwulang manuskrip ini jika dibiarkan begitu saja tidak dapat dinikmati dan dipelajari generasi luas saat ini. Ironisnya jika tidak dibuat semenarik mungkin tidak akan terbaca oleh masyarakat luas,” tegasnya.
Sri Ratna menatakan permainan Truwelu ini telah disosialisasikan di SMP 1 Cangkringan. Ke depan pihaknya akan melakukan sosialiasi ke lebih banyak tempat lagi.
“Semoga program ini ke depan bisa terus dikembangkan, bersama-sama melestarikan budaya. Seperti kata Ki Hadjar Dewantara bahwa kesenian untuk memperhalus budi pekerti bukan eksploitasi, jelasnya.
G.K.B.R.A.A. Paku Alam DIY yang hadir pada kesempatan ini mengaku apresiasi dan memang dalam hal nguri uri budaya Jawa khususnya piwulang piwulang kuno butuh gebrakan dengan konsep menarik dan modernitas dengan tak meninggalkan budaya itu sendiri.
BACA JUGA:HSBC BWF World Tour Final: Ginting, Axelsen dan Naraoka Kodai Satu Grup
Ia yang juga merupakan Bunda Literasi DIY bangga atas usaha PSK UGM menggalakkan literasi berbasis budaya.
“Khas di sini karena karya Pusat Studi Kebudayaan telah mengangkat piwulang (ajaran) para leluhur yang masih tersimpan rapat dalam manuskrip kuno berhuruf dan berbahasa Jawa yang selanjutnya disajikan dengan kemasan yang cukup milenial,”urainya.
Ajaran para pendahulu, lanjutnya, termasuk Ki Hadjar Dewantara di kehidupan yang akan datang sangat dibutuhkan bagi generasi muda agar tidak tercerabut dari akar budaya bangsa. Terlebih di tengah laju globalisasi yang begitu deras membawa berbagai dampak bagi kehidupan. Oleh sebab itu, pembudayaan berliterasi diharapkan bisa menumbuhkan budi pekerti, mengasah logika serta kreativitas generasi muda.