Jumat, 22 November 2024

Kominfo dan Ahli Hukum UGM Berikan Pandangan Terhadap Isu Perlindungan Data Pribadi dalam Penggunaan AI

Maraknya penggunaan Artificial Intelligence (AI) menimbulkan kontroversi dalam hal perlindungan data. Ini penjelasannya.

Hot News

TENTANGKITA.CO– Maraknya penggunaan Artificial Intelligence (AI) menimbulkan kontroversi dalam hal perlindungan data. AI kini telah masuk ke dalam berbagai sistem untuk memudahkan proses personalisasi pengguna, layanan digital, hingga generator data. Center for Digital Society (CfDS) UGM membahas problematika AI dalam melindungi privasi data.

AI pada dasarnya merupakan sistem untuk melaksanakan perintah berbasis data. Eksistensi AI bukan hal baru lagi di dunia digital. Hanya saja, baru-baru ini perkembangan AI dinilai semakin masif dan menimbulkan berbagai disrupsi. “Ada tiga tahap di mana data pribadi digunakan oleh AI. Pertama, data pribadi digunakan oleh AI dalam tahap pengujian untuk memperkuat kecerdasan dari AI.

Kemudian, data pribadi dpaat digunakan untuk menghasilkan keputusan. Pada saat penerapan inilah pengguna akan memasukkan data pribadinya. Selanjutnya, saya melihat ada potensi pengungkapan data pribadi seseorang melalui output AI, seperti ChatBot,” ujar Rindy, selaku Sub Koordinator Kerja Sama dan Kelembagaan Pengendalian Data Pribadi Kementerian Komunikasi dan Informatika.

BACA JUGA:Bantuan Pangan 10 Kg Beras Mulai Lagi Januari 2024, Ini Cara Mendapatkannya 

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP) telah mengatur dasar hukum bagi keempat subjek, yaitu perseorangan, korporasi, badan publik, dan organisasi internasional. Keempat subjek tersebut memiliki kewajiban untuk melindungi data pribadi konsumen, khususnya dalam penggunaan AI.

Sedangkan data pribadi perseorangan yang dimaksud dalam UU tersebut merupakan data seseorang yang teridentifikasi secara tersendiri atau gabungan informasi lain, baik secara langsung ataupun tidak, dan melalui sistem elektronik atau non-elektronik. Kewajiban keempat subjek tersebut adalah memastikan apakah data yang digunakan oleh AI merupakan data yang didefinisikan sebagaimana dalam UU tersebut.

“Mengidentifikasi data pribadi itu tidak semudah itu. Kalau saya input nama saja itu data pribadi. Kalau saya input alamat saja itu data pribadi. Balik lagi, apakah data yang diinput atau data secara tunggal yang diinput adalah sata yang benar-benar bisa digunakan untuk sampai mengidentifikasi orang perseorangan atau individu tertentu,” tambah Rindy.

Ia menambahkan, pertanggungjawaban akan seluruh keputusan AI berada pada pengendali data pribadi itu sendiri. Pemilik, pengelola, atau pengendali memiliki peran untuk menentukan tujuan, kebutuhan, bahkan sistem AI dalam menggunakan data pribadi. Maka seluruh keputusan AI dan sistemnya akan menjalankan perintah tersebut, dan dipertanggungjawabkan pada pengelola.

BACA JUGA:Transfer Liga Inggris: Manchester City Lepas Kalvin Phillips

Salah satu negara pertama yang berani memberikan regulasi akan penggunaan AI secara progresif adalah Kanada. Melalui undang-undang Personal Information Protection and Electronic Documents Act (PIPEDA), Kanada meluncurkan regulasi dengan berbagai prinsip untuk melindungi data dalam AI. Tak hanya itu, mereka juga membentuk satuan badan khusus untuk berkonsultasi perihal perkembangan AI secara masif.

“Kanada ini sendiri memiliki perkembangan dan pengaturan AI yang sangat progresif. Untuk PIPEDA sendiri adalah UU yang kuat untuk penggunaan AI. UGM sendiri perlu bangga karena kita memiliki AI Center sendiri, walaupun baru dirilis di awal tahun ini, tapi ke depan harapannya bisa menjadi langkah yang sangat bagus,” ucap Alfatika Aunuriella Dini, Ph.D, selaku Dosen Fakultas Hukum UGM.

Tantangan akademik dalam menanggapi isu-isu AI ini banyak bersinggungan dengan isu kekayaan intelektual. AI sebagai mesin generator nyatanya juga dimanfaatkan untuk menghasilakn sebuah karya yang setara dengan karya manusia. Meskipun begitu, hasil karya AI hanyalah hasil pemrosesan berbagai informasi yang didaur ulang dan terpublikasi. Sedangkan, manusia bisa membuat karya yang lebih baru, kreatif, dan inovatif, dalam berbagai bidang.

“Tantangan di bidang akademik ini banyak bersinggungan ya dengan kekayaan intelektual. AI saya rasa tidak akan pernah menggantikan manusia. Tapi orang-orang yang tidak bisa atau tidak mau memanfaatkan AI inilah yang akan ketinggalan,” tambah Alfatika.

 

Temukan Artikel Viral kami di Google News
Artikel Terkait
Terpopuler
Terbaru

Piala Dunia FIFA 2026: Ini Syarat Indonesia Lolos

TENTANGKITA.CO, JAKARTA - Peluang Indonesia menjadi  satu dari dua negara di Grup C yang lolos  dari babak ketiga Kualifikasi...