TENTANGKITa.CO – Pengelola Masjid Istiqlal melarang simbol partai politik atau parpol masuk ke dalam lingkungan rumah ibadah umat Islam terbesar di Indonesia itu.
Penegasan tersebut disampaikan oleh Imam Besar Masjdi Istiqlal, Nasaruddin Umar.
Menurut Nasaruddin Umar, selain bertentangan dengan konstitusi negara, keberadaan masjid adalah demi kepentingan seluruh umat Islam.
“Kita tidak boleh ada simbol partai politik di Istiqlal. Sejak awal komitmen kami tidak akan pernah mengizinkan parpol manapun masuk di Istiqlal,” ungkap Nasaruddin di Jakarta pada Minggu 21 Mei 2023.
“Selain bertentangan dengan Undang-undang, Masjid Istiqlal itu adalah rumah besar untuk bangsa Indonesia,” ungkap Nasaruddin Umar seperti dilansir laman pmjnews.com.
Menurut Nasaruddin, pihak pengelola akan selalu bertanya terlebih dahulu setiap ada rencana acara di Istiqlal selalu. Apakah berkaitan dengan partai politik atau tidak, jika benar tentu ditolak mentah-mentah.
“Tapi kalau ada atas nama parpol mengadakan acara formal di Istiqlal, no. Karena selain bertentangan dengan UU, itu juga merusak citra Istiqlal yang selama ini kita bangun,” tandasnya.
BACA JUGA: Cerita Kelahiran Syaikh Abdul Qadir al Jilani yang Sudah ‘Berpuasa’ Sejak Bayi
“Istiqlal itu milik semua, dan siapapun bisa masuk,” sambungnya.
Nasaruddin menambahkan, setiap pengurus masjid juga telah diingatkan agar tak jadikan tempat ibadah sebagai kampanye politik praktis. Dia menyebut fungsi masjid harus digunakan sebagaimana mestinya.
Sejarah Masjid Istiqlal
Masjid Istiqlal merupakan masjid terbesar di Asia Tenggara. Awal ide pembangunan Istiqlal diinisiasi oleh KH. Wahid Hasyim, Menteri Agama pertam RI, dan beberapa tokoh Islam pada tahun 1950.
Pada tahun 1953, KH. Wahid Hasyim bersama H. Agus Salim, Anwar Tjokroaminoto, Ir. Sofwan dan dibantu sekitar 200 tokoh Islam pimpinan KH. Taufiqorrahman mengusulkan untuk mendirikan sebuah yayasan.
Pada tanggal 7 Desember 1954 didirikanlah yayasan Masjid Istiqlal yang diketuai oleh H. Tjokroaminoto untuk mewujudkan ide pembangunan masjid nasional tersebut.
Anwar Tjokroaminoto menyampaikan rencana pembangunan masjid pada Ir. Soekarno dan ternyata mendapatkan sambutan hangat dan akan mendapat bantuan sepenuhnya dari Presiden Ir. Soekarno sejak tahun 1954.
Presiden pertama Indonesia itu juga menjadi ketua dewan juri untuk menilai sayembara maket Istiqlal.
Rancangan Masjid Istiqlal dimenangkan oleh Frederich Silaban, seorang arsitek beragama Kristen Protestan dengan rancangan bernama “KeTuhanan”.
Penentuan Lokasi Masjid Istiqlal
Penentuan lokasi Masjid, seperti ditulis laman istiqlal.or.id, sempat menimbulkan perdebatan antara Bung Karno dan Bung Hatta yang pada saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden RI.
Bung Karno mengusulkan lokasi di atas bekas benteng Belanda Frederick Hendrik dengan Taman Wilhelmina yang dibangun oleh Gubernur Jendral Van Den Bosch pada tahun 1834 yang terletak di antara Jalan Perwira, Jalan Lapangan Banteng, Jalan Katedral dan Jalan Veteran.
Sementara Bung Hatta mengusulkan lokasi pembangunan masjid terletak di tengah-tengah umatnya yaitu di Jalan Thamrin yang pada saat itu disekitarnya banyak dikelilingi kampung-kampung, selain itu ia juga menganggap pembongkaran benteng Belanda tersebut akan memakan dana yang tidak sedikit.
BACA JUGA: Kisah Sayyidina Umar bin Khattab, Burung Pipit dan Istana di Surga
Namun akhirnya Presiden Soekarno memutuskan untuk membangun di lahan bekas benteng Belanda. Karena di seberangnya telah berdiri gereja Kathedral dengan tujuan untuk memperlihatkan kerukunan dan keharmonisan kehidupan beragama di Indonesia.
Pembangunan
Pemancangan tiang pertama dilakukan oleh Presiden Ir. Soekarno pada tanggal 24 Agustus 1961 bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, disaksikan oleh ribuan umat Islam.
Selanjutnya pelaksanaan pembangunan masjid ini tidak berjalan lancar. Sejak direncanakan pada tahun 1950 sampai dengan 1965 tidak mengalami banyak kemajuan.
Proyek ini tersendat, karena situasi politik yang kurang kondusif. Pada masa itu, berlaku demokrasi parlementer, partai-partai politik saling bertikai untuk memperjuangkan kepentingannya masing-masing.
Kondisi ini memuncak pada tahun 1965 saat meletus peristiwa G30S/PKI, sehingga pembangunan masjid terhenti sama sekali. Setelah situasi politik mereda, pada tahun 1966, Menteri Agama KH. Muhammad Dahlan mempelopori kembali pembangunan masjid ini.
Kepengurusan dipegang oleh KH. Idham Chalid yang bertindak sebagai Koordinator Panitia Nasional Pembangunan Masjid Istiqlal.
Tujuh belas tahun kemudian, Masjid Istiqlal selesai dibangun. Dimulai pada tanggal 24 Agustus 1961, dan diresmikan penggunaannya oleh Presiden Soeharto pada tanggal 22 Februari 1978, ditandai dengan prasasti yang dipasang di area tangga pintu As-Salam.
Biaya pembangunan diperoleh terutama dari APBN sebesar Rp. 7.000.000.000,- (tujuh miliar rupiah) dan US$12 juta.