TENTANGKITA.CO – Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menetapkan awal puasa 2023 atau 1 Ramadhan 1444 Hijriyah jatuh bertepatan dengan 23 Maret 2023.
Penetapan awal puasa 2023 dari Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah itu berdasarkan hisab hakiki wujudul hilal.
“Umur bulan Syakban 1444 Hijriah 30 hari dan tanggal 1 atau awal Ramadhan jatuh pada hari Kamis Pon, 23 Maret 2023 Masehi.” Begitu bunyi ketetapan dari Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah yang diterima tentangkita.co.
Surat penetapan dari Majelis Tarjdih dan Tajdid PP Muhammadiyah tertanggal 23 Desember 2022 itu ditandatangani oleh Wakil Ketua Oman Fathurahman dan Sekretaris Mohammad Mas’udi.
BACA JUGA: Umat Islam akan Mengalami 2 Kali Ramadhan pada Tahun 2030, Bagaimana Rasanya Ya?
BACA JUGA: Kapan Awal Puasa Ramadhan 2023 atau 1444 Hijriyah: Ini Prediksi Pakar Astronomi
Menurut hisab hakiki wujudul wujud Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, pada Selasa 21 Maret 2023 berlum terjadi ijtimak menjelang Ramadhan 1444 Hijriah. Ijtimak baru terjadi keesokan hari yakni Rabu 22 Maret 2023 pukul 00:25:41 WIB.
Ketika itu, tinggi bulan pada saat matahari terbenam di Yogyakarta pada (¢ = -07° 48′ dan l = 110° 21′ BT ) = +07° 57′ 17” (hilal sudah wujud), dan di seluruh wilayah Indonesia pada saat matahari terbenam itu bulan berada di atas ufuk.
Selain awal puasa 2023 atau 1 Ramadan 1444 H, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah menetapkan bahwa Lebaran 2023 atau Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1444 Hijriyah
Selain menentukan awal Ramadan 1444 H, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah juga menetapkan lebaran atau 1 Syawal 1444 H dan 1 Zulhijah 1444 H jatuh pada 21 April 2023.
“Tanggal 1 Syawal 1444 Hijriah jatuh pada hari Jumat Pahing, 21 April 2023 Masehi.” Demikian yang termaktub dalam surat ketetapan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.
Sementara itu 1 Zulhijjah 1444 Hijriah jatuh pada Senin 19 Juni 2023, Hari Arafah (9 Zulhijjah) pada Selasa 27 Juni 2023, dan Idul Adha pada Rabu 28 Juni 2023.
Perhitungan Pakar Astronomi
Sebelumnya, menurut pakar astronomi dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan)-Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Prof Thomas Djamaluddin, ada potensi penetapan yang berbeda tentang waktu Hari Raya Idul Fitri.
Namun, menurut Thomas Djamaluddin, perbedaan waktu Idul Fitri 2023 bukan karena penerapan metode hisab dan rukyat dari masing-masing organisasi dan pemerintah tetapi karena perbedaan kriteria.
“Muhammadiyah dengan kriteria wujudul hilal yaitu 21 April 2023. Pemerintah dan beberapa ormas Islam, seperti NU dan Persis (Persatuan Islam), dengan kriteria imkan rukyat (visibilitas hilal) yaitu 22 April 2023,” kata Thomas Djamaluddin.
Hal itu disampaikan pakar astronomi itu kepada Republika seperti dimuat republika.co.id, dalam berita berjudul Idul Fitri 2023 Diprediksi Berbeda, pada 8 Mei 2023.
Walaupun ada kemungkinan berbeda dalam penetapan Hari Raya Idul Fitri, menurut Thomas Djamaluddin, penetapan awal puasa 2023 atau 1 Ramadhan 1444 Hijriyah cenderung sama yakni jatuh pada 23 Maret 2023.
BACA JUGA: Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang 1 Tahun 2023 Segera Dibuka: Ini 6 Perbedaan Skema Normal
BACA JUGA: Info Terbaru KJP Plus BUlan Februari 2023 Kapan Cair: Tunggu Pekan Ini Ya
Thomas Djamaluddin berpandangan ada solusi untuk menyikapi potensi perbedaan Hari Raya Idul Fitri 1444 H atau tahun 2023 yakni dengan mendorong munculnya kesepakatan kriteria dan otoritas, antara pemerintah dan ormas-ormas Islam.
Yang dimaksud dengan kesepakatan penggunaan kriteria adalah dengan menerapkan kriteria MABIMS (Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura).
Keempat negara itu serta beberapa organisasi keagamaan Islam yakni Nahdlatul Ulama (NU) dan Persis sudah sepakat dengan kriteria MABIMS. Thomas Djamaluddin menjelaskan kriteria MABIMS adalah tinggi bulan minimal 3 derajat dan elongasi minimal 6,4 derajat.
Lantas, Thomas Djamaluddin memaparkan enam faktor mengapa kriteria MABIMS perlu diterima dalan menetapkan awal bulan Hijriyah.
Pertama, kriteria MABIMS berdasarkan data rukyat atau pengamatan global jangka panjang. Kedua, kriteria MABIMS menggunakan parameter yang biasa diterapkan oleh para ahli hisab Indonesia yaitu ketinggian hilal dan elongasi (jarak sudut bulan-matahari).
“(Ketiga), parameter yang digunakan menjelaskan aspek fisis rukyatul hilal. Elongasi menggambarkan ketebalan fisis hilal. Semakin besar nilai elongasi, berarti hilal semakin tebal,” ujar Thomas Djamaluddin.
Keempat, kriteria MABIMS menetapkan ketinggian minimal 3 derajat yang berdasasrkan data global. Kelima, elongasi minimal 6,4 derajat berdasarkan pada rekor bulan terdekat sebagaimana laporan dalam makalah Mohammad Shawkat Odeh, tokoh falak internasional.
“Elongasi yang kurang dari 6,4 derajat terlalu tipis dan redup untuk mengalahkan cahaya senja,” kata Thomas.
BACA JUGA: Info Terbaru Bantuan Kartu Lansia alias KLJ 2023 Kapan Cair dari Dinsos DKI
Terakhir, keenam, kriteria MABIMS dibangun dengan data rukyat kemudian dianalisis secara hisab. Hal itu, menurut dia, merupakan titik temu bagi pengguna metode rukyat seperti NU dan pengguna metode hisab seperti Muhammadiyah.
Demikian informasi terkait awal puasa 2023 atau Ramadhan 1444 Hijriyah menurut ketetapan Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah.