TENTANGKITA.CO, JAKARTA – Krisis Rusia dan Ukraina diramalkan segera berakhir menyusul adanya komunikasi dari kedua negara.
Meski begitu, menurut pengamat komunikasi Dr Algooth Putranto, penyelesaian krisis Rusia dan Ukraina itu mempersyaratkan tidak ada campur tangan dari pihak luar semisal Amerika Serikat atau negara anggota NATO.
“Kalau melihat tensi krisis kedua negara, meski terjadi konflik bersenjata, tensinya cenderung datar. Amerika dan negara NATO sikapnya tidak solid. Peluang konflik selesai lebih cepat justru terbuka dengan adanya pembicaraan di Belarusia,” tutur pengamat komunikasi Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sahid, Dr. Algooth Putranto.
Pembicaraan antara Rusia dan Ukraina memang sudah dimulai pada Minggu, 27 Februari 2022 dengan kehadiran delegasi Rusia di kota Gomel, Belarusia.
Kehadiran delegasi Rusia tersebut sekaligus jawaban bagi Presiden Ukraina Vladimir Zelensky yang membuka kemungkinan untuk berunding di tempat netral.
“Kita wajib mengapresiasi gerak cepat Presiden Belarusia, Alexander Lukashenko menjadi mediator krisis Rusia-Ukraina. Dia lebih cepat daripada menunggu keputusan Presiden Turki (Recep Tayyip Erdogan) dan Azerbaijan (Ilham Aliyev),” lanjutnya.
Meski begitu, katanya, tetap akan muncul dua pertanyaan. Pertama, kerelaan Presiden Ukraina Vladimir Zelensky untuk berunding. Kedua, Amerika dan negara-negara NATO menahan diri untuk tidak turut campur dalam perundingan Rusia-Ukraina tersebut.
Sebagai catatan, sebelum krisis Rusia-Ukraina, Amerika Serikat dan negara-negara NATO sibuk memprovokasi Rusia sampai diingatkan China di PBB.
“Negara-negara Barat mengancam ini itu, pada kenyataannya mereka ya impor banyak bahan baku nuklir dan senjata dari Rusia.”
Tahun lalu, harian bisnis di Rusia, RBK, merilis laporan tentang ekspor rahasia Rusia ke Amerika meningkat 83 persen dari US$706 juta menjadi US$841 juta.
Sebagian besar barang yang diekspor terdiri dari unsur-unsur kimia radioaktif dan isotop radioaktif, termasuk uranium yang diperkaya untuk PLTN. Selain itu, Rusia juga memasok senjata api sipil dan amunisi untuk Amerika.
Tidak saja ke Amerika, Jerman dan Ceko juga mengimpor komoditas serupa. Jerman mengimpor produk kimia anorganik dan unsur-unsur radioakti dan isotop yang nilainya mencapai US$ 302 juta atau naik 57,2 persen dari US$173 juta.
Sementara itu, Ceko memborong pesawat dan suku cadangnya, juga beragam senjata dan amunisi. Nilainya mencapai US$706 juta atau naik 700 persen dari sebelumnya hanya US$102 juta.
“Ini belum soal impor energi dari Rusia ke negara-negara Eropa, jumlahnya tetap besar karena proyek Amerika dan NATO untuk meruntuhkan Suriah gagal total. Jadi, ada ketergantungan besar pada negara-negara yang ribut terhadap Rusia. Amerika itu ibarat mantan pejabat yang post power syndrome.”