Jumat, 22 November 2024

[KOLOM] Pemilu dan Demokrasi Substantif pada Era Digital

Hot News

Oleh : Suroto, Ketua AKSES Indonesia

PAGI INI (5/3) saya beruntung berkesempatan melihat Koperasi Kredit Karya Kasih, di Banjarmasin selenggarakan Pemilu untuk memilih Pengurus dan Pengawas yang baru untuk Koperasi mereka yang dipilih untuk periode 3 tahunan.

Pemilu diselenggarakan secara digital. Semua perangkat untuk Pemilu Digital dipersiapkan sedemikian rupa oleh Panitia Pemilu. Siapapun, baik anggota perempuan atau laki laki memiliki hak yang sama untuk dipilih dan memilih.

Sebelum kegiatan Pemilu diselenggarakan, Kegiatan Pemilu di koperasi dimulai dengan dibentuk Panitia Nominasi. Panitia Nominasi bertugas menjaring nama yang diusulkan oleh anggota dan lalu mereka nominasikan sebagai calon Pengurus dan Pengawas.

Calon Pengurus dan Pengawas yang telah terjaring lalu diverifikasi persyaratan administrasinya. Jika memenuhi syarat lalu mereka disodorkan sebagai calon Pengurus dan Pengawas untuk dipilih secara digital.

Pemilu berjalan lancar, dan setiap anggota memiliki pasword yang tidak bisa dipalsukan oleh siapapun. Jadi suara terdaftar dan mereka yang menggunakan suaranya atau tidak tervalidasi dengan baik. Orang yang buta hurufpun diberikan bimbingan untuk menggunakan haknya oleh panitia.

Hasil akhirnya, begitu waktu yang ditentukan berakhir langsung dapat dilaporkan ke dalam forum pleno Rapat Anggota. Kemudian langsung dilakukan pelantikan di hari yang sama. Pengurus dan Pengawasnya didominasi oleh perempuan.

Proses Pemilu berjalan secara demokratis. Setiap anggota yang dipilih dinilai memiliki dedikasi dan prestasi oleh anggota. Mereka yang terpilih adalah orang orang yang dianggap memiliki kapasitas untuk mengurus koperasi dan telah memiliki track record pengabdian dan memiliki komitmen untuk melayani anggota.

Pelantikan Pengurus dan Pengawas dilakukan di depan forum pleno Rapat Anggota. Setiap anggota yang hadir dalam Rapat Anggota sebetulnya masih punya hak untuk menyampaikan aspirasinya di dalam rapat Pleno. Jadi suara individu tetap masih dihargai. Pengurus dan Pengawas juga disumpah untuk tunduk dn patuh dengan aturan dasar koperasi dan kebijakan umum hasil Rapat Anggota.

Contoh praktek Pemilu di atas diselenggarakan untuk sebuah koperasi yang jumlah anggotanya baru sekitar 2.400 an orang. Jadi setiap anggota masih bisa mewakili dirinya sendiri secara langsung untuk hadir dalam Rapat Anggota dan mengikuti Pleno. Walaupun untuk hadir di gedung yang digunakan tentu penuh sesak karena kapasitasnya sudah tidak memadai lagi.

Dalam hal Rapat Anggota dan Pemilu tentu berbeda mekanismenya dengan koperasi yang jumlah anggotanya sudah puluhan, ratusan ribu atau bahkan jutaan. Demokrasi langsung dalam sebuah rapat pleno besar bukan saja akan sulit dilakukan karena kapasitas gedung dan lain lain, tapi juga membutuhkan biaya yang cukup besar.

Dalam tradisi koperasi di berbagai koperasi di dunia, untuk penyelenggaraan Pemilu dan atau Rapat Anggota biasanya dilakukan dengan sistem perwakilan. Jadi sebelum Rapat Anggota di setiap wilayah diselenggarakan Pra- Rapat Anggota.

Pra-Rapat Anggota biasanya memilih wakil wakil terbaik mereka di wilayah masing masing. Wakil wakil yang mereka pilih itulah yang akan mewakili anggota dari wilayahnya untuk mengikuti Rapat Anggota. Mereka akan bertugas menyampaikan dan memperjuangkan aspirasi yang diputuskan dalam Pra-Rapat Anggota untuk disampaikan dalam pleno besar Rapat Anggota.

Untuk koperasi dengan jumlah anggota yang besar itu model yang digunakan pada umumnya adalah sistem federasi. Jadi perwakilan perwakilan dari wilayah itu suara dan aspirasinya tidak bisa direduksi atau dianulir oleh pleno besar Rapat Anggota. Termasuk oleh individu yang ditunjuk sebagai wakil wakil mereka.

Fungsi Rapat Anggota adalah hanya rekognisi. Membuat legitimasi hukum apa yang diaspirasikan oleh anggota dari wilayahnya akan dijalankan oleh Pengurus dan Pengawas terpilih.

Rapat Anggota dihadiri oleh wakil wakil wilayah secara proporsional berdasarkan banyaknya jumlah anggota di wilayah tersebut. Para wakil mereka benar benar hanya membawa “awak sikil” ( Red Jawa : Badan dan Kaki).

Mereka tidak boleh membuat interpretasi sendiri dan atau menyuarakan pikiranya sendiri. Mereka hanya menyampaikan apa yang telah jadi rekomendasi dari anggota di wilayahnya.

Jika mereka melakukan tindakan keluar dari apa diaspirasikan oleh anggota, maka mereka secara otomatis akan kehilangan legitimasi dan akan di-recall serta digantikan oleh anggota yang lain dari wilayahnya. Jadi mereka tidak bisa melakukan penyimpangan dari apa yang telah diaspirasikan dari bawah.

Praktek demokrasi koperasi di atas sesungguhnya dapat jadi pembelajaran kita semua dalam penyelenggaraan pengurusan republik ini. Seharusnya Presiden dan Wakil Presiden/ Gubernur dan Wakil Gubernur/Bupati dan Wakil Bupati serta Parlemen di semua tingkatan itu fungsinya adalah mewakili aspirasi rakyat.

Mereka menghargai apa yang menjadi kehendak rakyat dan kedaulatan mereka tetap dijaga sedemikian rupa. Bahkan suara kebenaran dari seorang individu sekalipun tetap harus dihargai dan dilindungi dan tetap diberikan ruang pembelaan di forum kuasa tertinggi.

Demokrasi bukan soal kemenangan suara mayoritas atau dominasi kepentingan minoritas, tapi demokrasi itu dijalankan dalam bentuk demokrasi deliberatif yang kedepankan substansi. Bagaimana sebuah aspirasi dihargai dan dihormati.

Demokrasi itu bukan soal bagaimana memenangkan Pemilu, merebut kekuasaan, menguasai rakyat banyak, tapi bagaimana aspirasi dan kepentingan rakyat itu diwujudkan dalam tindakan politik atau kebijakan dari mereka yang dipilih dan diberikan kepercayaan.

Demokrasi substansial itu seharusnya benar benar tetap mampu menghubungkan proses pengambilan keputusan penting kenegaraan dan kebangsaan serta kepentingan hidup rakyat sehari hari mereka dan bukan hanya sekedar formalitas seremonial memilih eksekutif dan legislatif secara periodikal yang kemudian begitu mudahnya dimentahkan dn direduksi oleh kepentingan sempit politik orang orang yang dipilih.

Seharusnya kedaulatan rakyat atau people sovereignty itu sifatnya kontraktual. Hak hak individu tidak ditenggelamkan oleh tiran mayoritas atau minoritas yang brutal dan banal seperti yang terjadi dalam kehidupan demokrasi kita saat ini.

Mereka yang terpilih itu hanya the first among equal, yang pertama dari yang sama. Mereka punya kemuliaan untuk melayani konstituen atau rakyat bukan mementingkan perut dan nafsu kekuasaan mereka sendiri.

Jakarta, 5 Maret 2023

 

Temukan Artikel Viral kami di Google News
Artikel Terkait
Terpopuler
Terbaru

Piala Dunia FIFA 2026: Ini Syarat Indonesia Lolos

TENTANGKITA.CO, JAKARTA - Peluang Indonesia menjadi  satu dari dua negara di Grup C yang lolos  dari babak ketiga Kualifikasi...