TENTANGKITA.CO, JAKARTA – Menparekraf Sandiaga Salahuddin Uno mendorong agar produk kuliner khas Provinsi Aceh yakni mie Aceh bisa mendunia dan dikenal masyarakat secara global.
Keunikan cita rasa mie Aceh terletak pada racikan bumbu yang kaya akan rempah-rempah, sehingga menghasilkan rasa yang kuat di lidah.
Mienya pun cukup unik karena berwarna kuning dan bentuknya tebal pipih. Mie Aceh memiliki beberapa varian, ada yang kering, nyemek, dan basah. Toppingnya pun beragam, ada telur, daging, udang, dan lainnya sesuai selera. Baca Juga: all you can eat dimsum jakarta
Mie Aceh, menurut Menparekraf Sandiaga, sebetulnya lebih dikenal masyarakat daripada ayam tangkap. Hal itu merupakan suatu peluang yang baik, karena makanan yang berbasis mie masih sedikit, kalau berbasis daging sudah banyak, ada rendang, soto, sate, dan juga nasi goreng.
“Jadi kalau mie Aceh ini bisa kita kembangkan, ini bisa go international,” kata Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf)/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif seperti dilansir laman Kemenparekraf, www.kemenparekraf.go.id.
Hal itu disampaikan Sandiaga saat menghadiri workshop Pengembangan Kabupaten/Kota (KaTa) Kreatif Indonesia yang berlangsung di Museum Aceh, Kota Banda Aceh, Selasa 19 Oktober 2021.
“Kita juga bisa membuat festival mie Aceh tingkat dunia. Sehingga, mie Aceh ini dapat menjadi bagian dari program spice up the world. Dan saya ingin melihat ada mie Aceh di New York atau London,” lanjutnya.
Selain mie Aceh, ada beberapa kuliner yang menjadi ikon kota Banda Aceh, seperti kuah beulangong (kari daging), timpan, asoe kaya (srikaya), dan roti cane.
Dengan beragam kuliner khas Aceh, tidak heran kalau sektor tersebut di Provinsi Aceh pada tahun 2018 dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 3.000 orang. Omzet pertahunnya bisa mencapai Rp5,4 triliun.
Turut mendampingi Menparekraf, Staf Khusus Bidang Akuntabilitas, Pengawasan, Reformasi, dan Birokrasi Kemenparekraf, Irjen Pol Krisnandi; Direktur Infrastruktur Ekonomi Kreatif Kemenparekraf/Baparekraf, Haryanto; dan Walikota Banda Aceh, Aminullah Usman.
KOPI ACEH
Aceh yang terkenal sebagai provinsi 1.000 warung kopi itu, membuat Menparekraf tertarik untuk mencoba belajar cara menyajikan kopi robusta khas Aceh.
Didampingi oleh Pemilik Bawadi Kopi, Menparekraf mulai menyaring kopi menggunakan saringan kain besar yang dibuat seperti bentuk kaus kaki serta gayung besar untuk menampung kopi. Semakin tinggi saringan diangkat, kopinya akan semakin nikmat.
Dalam kesempatan itu, Menparekraf juga mendorong agar para pelaku usaha di bidang ekonomi kreatif dapat mengembangkan subsektor game dan aplikasi di Kota Banda Aceh. Menparekraf menilai bahwa kedua subsektor ini sangat potensial untuk dikembangkan dan menjadi subsektor yang mengalami peningkatan yang cukup signifikan di tengah pandemi dan tantangan ekonomi.
Oleh karena itu, Menparekraf berharap melalui program yang dijalankan oleh Kemenparekraf yaitu Workshop Pengembangan Kabupaten/Kota (KaTa) Kreatif Indonesia itu dapat ditingkatkan inovasi, kreativitas, dan kolaborasi antara dunia usaha dengan pemerintah dan komunitas.
Menparekraf berpesan dalam membangun usaha diperlukan landasan utama yaitu 3K, yakni kecerdasan, keuletan dan kegigihan, serta kejujuran.
“Harapan kita bahwa pandemi ini justru menjadi pemicu dari ekonomi kreatif menjadi lokomotif agar bangsa ini semakin besar dan Aceh mampu melahirkan pengusaha-pengusaha kelas dunia,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Walikota Banda Aceh, Aminullah Usman mengucapkan terima kasih atas kehadiran Menparekraf ke Kota Banda Aceh. Hal ini disebutnya menandakan perhatian Menparekraf untuk masyarakat Aceh.
“InsyaAllah sektor ekonomi kreatif di Aceh akan membantu meningkatkan perekonomian masyarakat secara keseluruhan. Dan tahun 2024 Aceh akan menjadi tuan rumah PON. Untuk itu, kami sangat berharap dukungan dari Pak Menteri dalam menyukseskan PON Aceh 2024,” harap Aminullah.