TENTANGKITA.CO, JAKARTA – Sebanyak 19% wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau, demikian info dari BMKG.
“Kondisi kekeringan selama kemarau tersebut diprediksi akan mendominasi hingga September,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam keterangan pers di BMKG.go.id, Jumat (31/5).
Berdasarkan pemantauan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), wilayah tersebut di antaranya Aceh, Sumatera Utara, Riau, pesisir utara dan selatan Pulau Jawa, Bali bagian Selatan, NTB dan Sebagian NTT.
Kemudian curah hujan sangat rendah pada Agustus 2024 berpotensi terjadi di Lampung , Jawa, Bali, NTB, NTT, sebagian Sulawesi Selatan dan Tenggara. “Pada September 2024, berpeluang terjadi di Jawa, Bali, Nusa tanggara Barat dan Timur,” tuturnya.
BACA JUGA
- Waspadai Kemarau, Sejumlah Wilayah Berpotensi Alami Kekeringan
- BMKG Prediksi Musim Kemarau 2024 Mundur
Pada Oktober 2024 kondisi serupa di sebagaian Jatim, Nusa Tenggara Barat dan Timur. Dimulai dari Juni hingga Oktober. “Ini perlu disiapsiagakan. Perlu mitigasi khusus dampak kekeringan,” kata Dwikorita.
Selain itu, menurut Dwikorita, telah muncul beberapa titik panas awal pada daerah-daerah rawan kebakaran hutan dan lahan (karhutla), untuk itu perlu diwaspadai risiko menengah dan tinggi yang akan terjadi di daerah tersebut.
Rekomendasi BMKG kepada pemerintah daerah:
- Mengisi waduk-waduk di daerah yang berpotensi mengalami kondisi kering saat musim kemarau.
- Membasahi dan menaikkan muka air tanah pada daerah yang rawan mengalami karhutla ataupun pada lahan gambut.
- Agar selalu memastikan koneksitas jaringan irigasi dari waduk ke kawasan yang terdampak kekeringan benar-benar memadai, agar upaya modifikasi cuaca dapat terlaksana dengan efektif dan efisien dalam memitigasi potensi bencana kekeringan.
BACA JUGA
- Dampak Lanjutan Kemarau Kering, BMKG Sebut Sektor Ini akan Sangat Terpukul
- Kabupaten Morowali Diguncang Gempa Bumi
Untuk daerah yang masih mengalami hujan atau transisi dari musim hujan ke musim kemarau, perlu segera mengoptimalkan secara lebih masif upaya: Untuk memanen air hujan melalui tandon-tandon/ tampungan-tampungan air, embung-embung, kolam-kolam retensi, sumur-sumur resapan, dan sebagainya., seiring dengan upaya mitigasi dampak kejadian ekstrem hidrometeorologi basah yang sedang dilakukan.