TENTANGKITA.CO, JAKARTA – Data UNESCO menunjukkan tahun 2023 merupakan tahun yang sangat mematikan bagi jurnalis yang bekerja di zona konflik, dengan jumlah pembunuhan yang meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan tiga tahun terakhir.
Tiga bulan terakhir tahun ini khususnya telah menjadi kuartal paling mematikan bagi jurnalis di zona konflik setidaknya sejak tahun 2007, dengan 27 kematian. Demikian dalam siaran pers UNESCO, Selasa (26/12)
“65 jurnalis terbunuh saat menjalankan tugas pada tahun 2023, dibandingkan dengan 88 jurnalis pada tahun sebelumnya. Namun, penurunan secara keseluruhan ini menyembunyikan fenomena yang sangat mengkhawatirkan: peningkatan tajam jumlah korban tewas di zona konflik.”
“Namun, dalam situasi seperti inilah pekerjaan jurnalis menjadi sangat penting. Saya memberikan penghormatan kepada semua profesional media ini dan mengulangi seruan saya kepada semua aktor yang terlibat untuk memobilisasi cara-cara yang diperlukan untuk menjamin perlindungan jurnalis sebagai warga sipil, sebagaimana diatur dalam hukum internasional.”
Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay Direktur Jenderal UNESCO
BACA JUGA
- Konflik Israel-Hamas: DK PBB Belum Sepakati Gencatan Senjata
- Amrik Veto Resolusi Gencatan Senjata di Gaza dari DK PBB
Setidaknya 38 jurnalis dan pekerja media terbunuh saat bekerja di negara-negara yang dilanda konflik pada tahun 2023, dibandingkan dengan 28 jurnalis dan pekerja media pada tahun 2021.
Permusuhan yang sedang berlangsung di Timur Tengah bertanggung jawab atas sebagian besar pembunuhan terkait konflik. dengan UNESCO sejauh ini melaporkan 19 pembunuhan di Palestina, 3 di Lebanon dan 2 di Israel sejak 7 Oktober. Afghanistan, Kamerun, Suriah dan Ukraina masing-masing juga mengalami sedikitnya dua pembunuhan.
Ancaman yang menciptakan ‘Zona Keheningan’
Angka tersebut belum termasuk kematian jurnalis dan pekerja media dalam kondisi yang tidak berkaitan dengan profesi mereka, yang juga dilaporkan dalam jumlah besar pada tahun 2023.
Dan tragedi ini hanyalah puncak gunung es, dengan kerusakan dan kehancuran infrastruktur dan kantor media yang meluas dan berbagai jenis ancaman lainnya seperti serangan fisik, penahanan, penyitaan peralatan atau penolakan akses ke situs pelaporan.
BACA JUGA
- Konflik Israel-Hamas: DK PBB Belum Sepakati Gencatan Senjata
- Militer Israel Gerebek Rumah Sakit Kamal Adwan di Gaza
Sejumlah besar jurnalis juga melarikan diri atau berhenti bekerja. Iklim seperti ini berkontribusi pada apa yang disebut UNESCO sebagai “zona sunyi” yang terbuka di banyak zona konflik, yang mempunyai konsekuensi buruk terhadap akses terhadap informasi, baik bagi masyarakat lokal maupun dunia pada umumnya.