TENTANGKITA.CO- Ancaman kekeringan melanda berbagai daerah di Indonesia buntut dari minimnya curah hujan di musim kemarau. Menurut pakar manajemen air UGM, Dr.Ing. Ir. Agus Maryono, bencana kekeringan dan banjir yang terjadi silih berganti setiap musim kemarau dan musim penghujan disebabkan belum adanya kesatuan berpikir untuk menyelesaikan masalah secara sistemik dan holistik.
“Musim kemarau dan musim penghujan adalah satu kesatuan yang tidak boleh dipisahkan. Saat musim hujan kita perlu mengelola air hujan untuk musim kemarau, saat kemarau kita mempersiapkan diri untuk menghadapi musim penghujan. Itu suatu siklus yang tidak terputus,” terangnya dalam siaran pers.
BACA JUGA:Jadi Google Doodle, SIMAK 6 Kuliner Lezat Khas Danau Toba, Ada Mie Gomak dan Sashimi Ala Batak
Salah satu cara yang paling efektif untuk mengantisipasi kekeringan adalah menerapkan metode pemanenan air hujan. Pemanenan air hujan dapat dilakukan dengan metode dan peralatan yang sederhana baik untuk skala rumah tangga, industri, maupun untuk perkampungan atau lahan pertanian.
Untuk skala rumah tangga misalnya, bisa dilakukan dengan membuat penampungan, dan kelebihan air dimasukkan ke dalam sumur resapan. Sedangkan untuk areal pertanian, penampungan air hujan dapat dilakukan dengan kolam konservasi.
“Di Australia sekitar 40 persen rumah di perkotaan sudah memiliki tampungan air hujan, di pedesaan jumlahnya sekitar 60 persen. Di Indonesia masih nol koma sekian persen, padahal potensinya besar sekali,” kata Agus.
Kualitas air hujan pun menurutnya cukup baik sehingga aman untuk dikonsumsi. Karena itu, air hujan menurutnya adalah masa depan dari sumber daya air yang digunakan untuk berbagai kebutuhan hidup manusia.
Agus sendiri terlibat aktif dalam Gerakan Memanen Hujan Indonesia (GMHI), yang telah berdiri sejak tahun 2015 silam. Teknologi pemanen hujan yang ia kembangkan, Gama Rain Filter, telah diterapkan di berbagai wilayah di Indonesia dengan hasil yang cukup menjanjikan.
“Di beberapa daerah sudah dipasang, dan warga yang biasanya harus membeli air di musim kemarau sekarang bisa mendapat stok air yang cukup dari hasil penampungan air hujan,” tuturnya.
Menanggapi situasi di berbagai daerah yang sudah menghadapi ancaman kekeringan di depan mata, menurut Agus terdapat berbagai upaya yang bisa dilakukan di samping memanfaatkan droping air bersih dari pemerintah daerah setempat, seperti yang terjadi di Kabupaten Gunungkidul.
Masyarakat, menurut Agus, bisa mencari sumber air yang mungkin masih tersedia, misalnya di sepanjang alur sungai dan pada sungai bawah tanah, serta merawat kembali sumur-sumur yang tidak terpakai untuk dibersihkan dan digali lebih dalam. Dengan demikian, masyarakat tidak perlu terlalu bergantung pada droping air.
“Di Gunungkidul ada banyak sungai di bawah tanah yang pada musim kemarau pun masih menyimpan banyak air. Dengan pompa yang banyak air di situ bisa diambil sehingga masyarakat tidak kekurangan air,” terang Agus.