TENTANGKITA.CO – Alexander Farrel Rasendriyo Haryono (22), seorang penyandang tunanetra yang memiliki keterbatasan penglihatan bisa lulus dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan predikat cumlaude, simak kisahnya.
Alexander Farrel Rasendriyo Haryono menjalani upacara wisuda sarjana bersama dengan 1.609 orang wisudawan lain dari 10 fakultas di UGM di di Grha Sabha Pramana UGM, Kamis (24/8). Meski memiliki keterbatasan pada indera penglihatan, namun tidak mengalahkan semangat Farrel untuk lulus tepat waktu di Fakultas Hukum.
Dia bahkan lulus sarjana hukum UGM dengan predikat cumlaude dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,74.
“Bisa selesai tepat waktu empat tahun, ini saya senang sekali,” ujar pada wartawan.
BACA JUGA: WOW!! 60 Persen Mahasiswa Baru FEB UGM Dapat Beasiswa UKT
Kendati mempunyai hambatan penglihatan atau tunanetra, Alexander Farrel Rasendriyo Haryono mengaku tidak mengalami banyak kendala menyelesaikan pendidikan sarjana hukum di UGM. Para dosen, mengirim mater kuliah dalam format soft file saat kuliah daring, sehingga selalu bisa dipelajari kembali.
Selain itu dia juga selalu mencatat materi kuliah jika menghadiri kuliah on site.
Perlakuan Farrel tidak jauh berbeda dengan mahasiswa lain, meski dia mengalami keterbatasan.
Hanya bedanya, dia ditempatkan dalam ruangan khusus dan dibantu dengan sebuah aplikasi saat ujian.
Hal ini dilakukan agar dia tahu soal-soal yang ditanyakan. Selanjutnya, Farrel menulis jawaban ujian dengan mengetik di laptop.
Saat menggarap skripsi, dia juga tidak berbeda dengan mahasiswa lain, seperti melakukan wawancara dengan informannya, riset di perpustakaan hingga lembur bermalam-malam mengejar tenggat penulisan tugas akhir itu.
Farrel menulis skripsi tentang hukum pajak penghasilan bagi penyandang disabilitas seperti dirinya.
BACA JUGA: Teknologi Sampah Organik UGM untuk Atasi Yogyakarta Darurat Sampah
Dalam kesimpulan penelitiannya itu, dia menyatakan bahwa diperlukan ketentuan khusus penerapan pajak penghasilan bagi penyandang difabel. Sebab secara ekonomi mereka memiliki pengeluaran lebih besar dibanding dengan non difabel.
Soal mobilitas di tempat kuliah, Farrel beruntung mendapatkan teman-teman yang baik hati. Dia banyak dibantu oleh rekan-rekannya menjalani kuliah di UGM.
Saat berangkat kuliah, dia langganan ojek daring. Sedangkan jika sudah sampai gerbang kampus, rekan kuliahnya sudah menunggu untuk mengantarnya masuk ke dalam kelas.
“Sampai kampus janjian sama teman sudah ada yang jemput. Lalu saya diantar ke kelas. Begitu juga janjian dengan dosen, selalu diantar,” kenangnya.
BACA JUGA: Kualitas Udara di Jabodetabel Buruk, Begini Tanggapan Pakar Ekonomi Energi UGM
Emil Tri Ratnasari, ibunda Farrel senang dan bangga atas keberhasilan anak sulungnya menggenggam gelar sarjana hukum. Selama upacara wisuda di UGM, dia menangis haru saat melihat Farrel menerima ijazah.
“Bangga, perjuangannya sungguh luar biasa, semoga sukses terus kedepannya,” harapnya.
Sejak kecil, Farrel adalah anak gemar membaca dan punya tekad kuat agar bisa sama dengan teman-temannya. “Dari kecil tidak mengeluh. Pokoknya ia selalu ingin sama dengan temannya,” ujar dia.