TENTANGKITA.CO– Mahkamah Agung (MA) memperketat aturan larangan perkawinan beda agama dengan menerbitkan Surat Edaran MA (SEMA).
Yakni SEMA Nomor 2 Tahun 2023 tentang Petunjuk Bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar-Umat Beragama yang Berbeda Agama dan Kepercayaan.
Penerbitan SEMA Nomor 2 Tahun 2023 ini dilatarbelakangi karena sering dikabulkannya permohonan penetapan kawin beda agama oleh Pengadilan Negeri (PN).
Menurut SEMA Nomor 2 Tahun 2023, para hakim harus berpedoman pada ketentuan sebagai berikut:
- Perkawinan yang sah adalah yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan itu, sesuai Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 8 huruf f UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
- Pengadilan tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antar umar beragama yang berbeda agama dan kepercayaan.
Perkawinan Beda Agama Dilarang
Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof KH Asrorun Niam Sholeh mengatakan, dengan ini pelaku perkawinan antar agama tidak akan bisa bermain-main dan berusaha mengakali hukum.
“Aturan ini wajib ditaati semua pihak, terutama bagi hakim yang selama ini tidak paham atau pura-pura tidak paham hukum perkawinan,” katanya, Selasa 18 Juli 2023 dikutip dari MUI.
UU Perkawinan sudah secara gamblang menerangkan perkawinan itu sah jika dilaksanakan sesuai dengan ajaran agama.
Baca Juga: Kapan KJP Bulan Agustus 2023 Cair: Simak Data Penyaluran dari Disdik DKI dan P4OP
Peristiwa pernikahan, kata dia, pada hakikatnya adalah peristiwa keagamaan. Posisi negara adalah untuk mengadministrasikannya.
“Kalau Islam menyatakan perkawinan beda agama tidak sah, maka tidak mungkin bisa dicatatkan,” kata profesor bidang fikih ini.
Namun, selama ini ada orang yang mengakali hukum dengan mengajukan penetapan putusan pengadilan, dengan dalih UU Administrasi Kependudukan memberi ruang.
“SE ini menegaskan larangan tersebut untuk dijadkan panduan hakim. Karenanya pelaku, fasilitator, dan penganjur kawin beda agama adalah melanggar hukum,” kata Niam.
Tumpang Tindih Aturan
Sedangkan menurut Dosen UIN SMH Banten, M Ishom El Saha, larangan perkawinan beda agama tidak hanya dalam Islam, tetapi semua agama di Indonesia.
Namun selama ini, ada semacam jalan keluar yang bisa diambil para pelaku perkawinan beda agama.
Yakni dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
“Dalam pasal 34 mengatur hukum pencatatan perkawinan dan memberikan exit way secara eksplisit perkawinan antar-umat berbeda agama,” katanya dalam laman Kemenag.
Baca Juga: Kecelakaan KA Brantas Sebabkan 6 Perjalanan Kereta Lintas Jerakah-Semarang Poncol Terlambat
Begitu juga keberadaan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 tahun 2016 tentang tentang Percepatan Peningkatan Cakupan Kepemilikan Akta Kelahiran.
Permen ini, memberi ruang pernikahan yang tidak tercatat dapat menyatukan diri dalam satu Kartu Keluarga.
Bahkan di KTP-nya tertulis berstatus ‘kawin’ dengan hanya bermodal Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM).
“Dikhawatirkan aturan tersebut akan semakin menyuburkan praktik kawin sirri atau kawin liar,” katanya.
Untuk itu, Ia meminta hakim peradilan seyogyanya mempersempit keberlakuan surat sakti SPTJM dengan mematuhi SEMA No. 2 Tahun 2023.
Baca Juga: Pramusim Liga Inggris, West Ham Tumbangkan Tottenham Hotspur
“SPTJM selama ini banyak menimbulkan masalah hukum, seperti status anak dan lainnya,” katanya.
Sebelumnya, dalam proses penyusunan SEMA ini, Mahkamah Agung mengundang wakil lembaga-lembaga agama untuk dimintai pendapatnya.