TENTANGKITA.CO – Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana minta DPR untuk memulai pemakzulan pada Presiden Joko “Jokowi” Widodo karena diduga melakukan pelanggaran konstitusi.
Denny, pendukung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini menyertakan kesaksian seorang tokoh bangsa yang pernah menjadi wakil presiden, bahwa Presiden Jokowi sejak awal merancang hanya ada dua calon dalam Pilpres 2024, tanpa Anies Baswedan.
“Saya tuliskan kesaksian seorang tokoh bangsa, yang pernah menjadi wakil presiden, bahwa Presiden Jokowi sedari awal memang mendesain hanya ada dua capres dalam Pilpres 2024, tanpa Anies Baswedan,” ujar Denny dalam unggahan akun Twitter pribadinya, Rabu (7/6).
“Kesaksian tersebut tentu harus divalidasi kebenarannya,” lanjut dia.
Anies Baswedan, kata Denny menirukan tokoh tersebut, akan dijegal dengan kasus korupsi sehingga tidak bisa maju dalam Pilpres 2024 mendatang.
Berikut adalah Surat Terbuka saya kepada Pimpinan DPR untuk memulai proses impeachment (pemecatan) kepada Presiden Jokowi. Saya sampaikan tiga dugaan pelanggaran konstitusi.
𝗦𝗲𝗯𝗮𝗴𝗮𝗶 𝗯𝘂𝗸𝘁𝗶 𝗮𝘄𝗮𝗹, 𝘀𝗮𝘆𝗮 𝘁𝘂𝗹𝗶𝘀𝗸𝗮𝗻 𝗸𝗲𝘀𝗮𝗸𝘀𝗶𝗮𝗻 𝘀𝗲𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴… pic.twitter.com/zdpjJY4glB
— Denny Indrayana (@dennyindrayana) June 7, 2023
DPR kata Denny Indrayana perlu menggunakan hak konstitusionalnya yaitu hak angket untuk melakukan investigasi dugaan ini.
Hak angket ini untuk menginvestigasi dugaan Presiden Joko Widodo menggunakan aparat-aparat hukum seperti KPK, Kejaksaan Agung dan Kepolisian untuk menjegal Anies Baswedan maju dalam Pilpres 2024 mendatang.
Pengajar fakultas hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) ini juga melemparkan dugaan bahwa Presiden Jokowi sengaja membiarkan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko yang mencoba mengambil alih Partai Demokrat. Aksi Moeldoko ini dia sebut sebagai mengganggu kedaulatan dan memboikot Partai Demokrat yang ujungnya menjegal Anies Baswedan maju Pilpres 2024.
Kata Denny Indrayana, “Tidak mungkin Presiden Jokowi tidak tahu, Moeldoko sedang cawe cawe mengganggu Partai Demokrat, terakhir melalui Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung.
“Anggaplah Presiden Jokowi tidak setuju, dengan langkah dugaan pembegalan partai yang dilakukan oleh KSP Moeldoko tersebut, Presiden terbukti membiarkan pelanggaran UU Partai Politik yang menjamin kedaulatan setiap parpol,” tulis Denny.
Pelanggaran lain yang diduga dilakukan oleh Presiden Jokowi adalah menggunakan kekuasaan untuk menekan pimpinan partai politik dalam menentukan arah koalisi dan pasangan capres cawapres menuju Pilpres 2024.