TENTANGKITA.CO – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan ada dua industri farmasi yang diduga memproduksi obat yang mengandung etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) sangat tinggi.
Kepala BPOM Penny K. Lukito mengatakan ada indikasi dua industri farmasi itu memproduksi obat dengan kandungan EG dan DEG yang sangat tinggi, bukan hanya sebagai konsentrasi kontaminan.
“Dan tentu saja sangat toksik itu tepat diduga mengakibatkan gagal ginjal akut dalam hal ini,” ungkap Penny dalam jumpa pers seusai mengikuti rapat yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin 24 Oktober 2022.
Penny K. Lukito menegaskan bahwa BPOM akan berhati-hati dalam menguji dan sampling obat-obatan yang mengandung pelarut, sesuai dengan arahan Presiden Jokowi.
BACA JUGA: Masih Ada 5,6 Juta Lagi Pekerja Yang Bisa Terima BSU Kemnaker 2022 Tahap 7 dan Seterusnya
“Tadi pesan Pak Presiden sangat jelas sekali untuk sangat berhati-hati. Jadi kami BPOM dalam menguji sampling dan menguji obat-obatan ini berhati-hati sekali,” ujar Penny seperti dilansir laman Sekretariat Kabinet.
Penny juga menyebut BPOM bekerja sama dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia akan menindaklanjuti dua industri farmasi yang diduga memproduksi obat-obatan yang mengandung etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) sangat tinggi.
“Kami sudah mendapatkan dua industri farmasi yang akan kami tindak lanjuti menjadi pidana. Jadi Kedeputian IV, yaitu Kedeputian Bidang Penindakan dari BPOM sudah kami tugaskan untuk masuk ke industri farmasi tersebut, bekerja sama dengan kepolisian dalam hal ini dan akan segera melakukan penyidikan untuk menuju pada pidana,” kata Penny.
Namun Kepala BPOM belum bersedia mengungkapkan nama dua industri farmasi yang memproduksi obat mengandung ED dan DEG sangat tinggi sehingga menjadi toksik.
BACA JUGA: Gagal Ginjal Akut Pada Anak: Ada 245 Kasus di 26 Provinsi
Sementara itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat ada 245 kasus gagal ginjal akut pada anak yang tersebar di 26 provinsi.
Menurut data Kemenkes, 80 persen kasus terjadi di delapan provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Aceh, Jawa Timur, Sumatera Barat, Bali, Banten, dan Sumatera Utara.
“Fatality rate atau yang meninggal persentasenya dari jumlah kasus 245 ini cukup tinggi, yaitu 141 atau 57,6 persen,” kata Menkes Budi Gunadi Sadikin seperti dilansir laman Sekretariat Kabinet.
Data tersebut disampaikan Menkes Budi Sadikin seusai mengikuti rapat yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin 24 Oktober 2022.
BACA JUGA: Coba Deh Tips Lolos Seleksi Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang 47 dan Gelombang 48 Ini
Menurut Menkes Budi Sadikin, Presiden meminta Kemenkes melindungi masyarakat dari obat-obat yang terpapar senyawa kimia berbahya yang diduga memicu gangguan ginjal akut.
“Kemarin (Minggu), Bapak Presiden khusus menelepon kami untuk memastikan bahwa masyarakat itu dilindungi dari obat-obatan yang ada,” kata Menkes Budi Sadikin.
Dari analisis toksikologi pasien, penyelidikan terhadap obat-obatan yang dikonsumsi pasien, dan referensi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Menkes menilai besar kemungkinan pasien yang menderita AKI terpapar senyawa kimia karena meminum obat sirup tertentu.
Sebelumnya, pada 5 Oktober, WHO merilis peringatan tentang 4 obat sirup dengan kandungan etilen glikol di Gambia yang dicurigai berkaitan dengan meninggalnya 66 anak dengan gagal ginjal akut.
BACA JUGA: Cek Pakai HP Deh Data Penerima KJP Tahap 2 Tahun 2022 & KJP November 2022 Kapan Cair
“Berdasarkan rilis dari WHO, adanya zat kimia di pasien, bukti biopsi yang menunjukkan kerusakan ginjalnya karena zat kimia ini, dan keempat adanya zat kimia ini di obat-obatan yang ada di rumah pasien, kita menyimpulkan bahwa benar penyebabnya adalah obat-obat kimia yang merupakan cemaran atau impurities dari pelarut ini,” ujarnya.
Berdasarkan temuan itu, Kemenkes menyusun langkah konservatif dengan menerbitkan edaran yang meminta apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan atau bebas terbatas dalam bentuk cair atau sirup kepada masyarakat.
Kemenkes juga meminta tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair/sirup, sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas.
“Sejak kita berhentikan, itu sudah kita amati penurunan yang drastis dari pasien baru masuk ke rumah sakit. Jadi kalau tadinya RSCM itu penuh, satu tempat tidur ICU anak itu bisa diisi dua atau tiga, sekarang penambahan barunya sejak kita larang itu turun drastis pasien barunya,” ujar Menkes.
BACA JUGA: Info Terbaru KJP Bulan November 2022 Kapan Cair: Pernah Sih Tanggal 29 Baru Diterima
Menkes menambahkan pihaknya akan segera mengeluarkan daftar obat-obatan dalam bentuk cairan/sirop yang tidak mengandung bahan kimia berbahaya sesuai dengan pengujian dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Selain itu, Kemenkes juga memperbolehkan penggunaan obat dalam bentuk sirop untuk sejumlah penyakit kritis sesuai dengan resep dokter.
“Kami sudah bicara dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia, Ikatan Apoteker Indonesia, ada beberapa obat-obatan memang yang sifatnya sirop tapi dibutuhkan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit kritis, seperti epilepsi dan lain sebagainya. Ini kalau dilarang anaknya bisa menderita atau meninggal gara-gara penyakit yang lain. Sehingga dengan demikian untuk obat-obat sirop yang gunanya untuk menangani penyakit kritis itu kita perbolehkan tapi harus dengan resep dokter,” imbuhnya.
BACA JUGA: BSU Tahap 6 Cair Senin 24 Oktober 2022, Ini Penjelasan Kemenaker
Terkait dengan pengobatan, Menkes menyampaikan bahwa pihaknya terus berupaya untuk mendatangkan obat Fomepizole untuk pasien gangguan ginjal akut.
“Kami sudah menerima 20 vial dari Singapura, kita menunggu mungkin dari Australia akan masuk 16 lagi, either malam malam ini atau besok pagi. Kita sedang proses untuk beli dari Amerika, mereka punya stok enggak terlampau banyak di sana, kita juga sekarang sedang dalam proses untuk beli dari Jepang, stoknya sekitar 2.000-an,” ucapnya.
Menkes menambahkan, pihaknya akan mempercepat kedatangan obat Fomepizole tersebut yang terbukti berdampak positif pada pasien gangguan ginjal akut.
“Dari 10 pasien yang diberikan obat ini 7 sudah pulih kembali, sehingga kita bisa simpulkan bahwa obat ini memberikan dampak positif dan kita akan percepat kedatangannya di Indonesia sehingga 245 yang masuk dan mungkin akan masih agak bertambah sedikit, itu kita bisa obati dengan baik,” ujarnya.
Demikian informasi tentang ada 2 industri farmasi yang diindikasikan memproduksi obat yang mengandung etilen glikol dan dietilen glikol sangat tinggi sehingga menjadi toksik.