TENTANGKITA.CO, JAKARTA – Epidemiolog Unsoed menyarankan beberapa hal ini untuk mencegah kejadian gagal akut tipikal yang saat ini sedang banyak terjadi di Indonesia.
Ahli Epidemiologi Lapangan Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Yudhi Wibowo mengatakan masyarakat maupun pelaku kesehatan harus mengikuti anjuran pemerintah maupun pihak-pihak yang kompeten.
Bagi para tenaga kesehatan untuk sementara diminta tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk cair syrup. Kemudian seluruh apotek tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk syrup kepada masyarakat.
Baca juga: Gagal Ginjal Akut pada Anak: Sudah 99 Orang Balita Meninggal Akibat Zat Kimia Berbahaya
Sementara bagi orang tua yang memiliki anak terutama usia < 6 tahun dengan gejala penurunan volume/frekuensi urin atau tidak ada urin, dengan atau tanpa demam/gejala prodromal lain untuk segera dirujuk ke Fasilitas Kesehatan terdekat.
“Orang tua yang memiliki anak terutama usia balita untuk sementara tidak mengkonsumsi obat-obatan yang didapatkan secara bebas tanpa anjuran dari tenaga kesehatan yang kompeten,’ ujar dia.
Selain itu, jika anak demam di rumah, disarankan untuk tidak buru-buru diberi obat, namun mengedepankan perawatan seperti mencukupi kebutuhan cairan, kompres air hangat, dan menggunakan pakaian tipis.
“Jika terdapat tanda-tanda bahaya, segera bawa anak ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat,” ujar dia.
Baca juga: Gagal Ginjal Akut Pada Anak: Untuk Sementara, Jangan Minum Obat Sirup Dulu, Kata Kemenkes
Sebagai konsumen barang-barang kesehatan, usahakan untuk membeli dan memperoleh obat hanya di sarana resmi, yaitu Apotek, Toko Obat, Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat.
Jikka membeli obat secara online dapat dilakukan hanya di apotek yang telah memiliki izin Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi (PSEF).
“BPOM juga secara berkesinambungan melaksanakan patroli siber (cyber patrol) pada platform situs, media sosial, dan e-commerce untuk menelusuri dan mencegah peredaran obat illegal,” ujar dia.
Laporan dari Gambia
Yudhi menjelaskan pada September 2022, WHO mendapat laporan dari Negara Gambia terkait temuan obat yang diproduksi di bawah standar (substandard medical products).
Produk medis substandard adalah produk yang tidak memenuhi standar kualitas atau spesifikasi sehingga disebut out of specification.
Terdapat empat produk obat yaitu Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough Syrup, dan Magrip N Cold Syrup.
Dari hasil pemeriksaan sampel produk tersebut mengandung diethylene glycol (DEG) dan ethylene glycol (EG) dalam jumlah yang tidak dapat ditoleransi sebagai kontaminan.
Baca juga: Sidang Pembunuhan Brigadir J: Jaksa Minta Hakim Tolak Eksepsi dan Putri Candrawathi Tetap Ditahan
BPOM juga telah melakukan upaya-upaya preventif terkait adanya isu obat sirup yang terkontaminasi DEG dan EG. Salah satunya dengan melakukan sampling dan pengujian terhadap beberapa obat dan hasilnya ditemukan 5 produk obat yang mengandung cemaran EG yaitu Termorex Sirup, Flurin DMP Sirup, Unibebi Cough Sirup, Unibebi Demam Sirup, dan Unibebi Demam Drops.
Terhadap 5 produk yang mengandung EG di atas batas ambang aman (ambang batas aman atau Tolerable Daily Intake/TDI untuk cemaran EG dan DEG sebesar 0,5 mg/kg berat badan per hari), telah ditindaklanjuti dengan memerintahkan kepada produsen farmasi tersebut untuk menarik semua produk obat dari peredaran di seluruh Indonesia dan pemusnahan untuk seluruh bets produk.
Penarikan mencakup seluruh outlet antara lain Pedagang Besar Farmasi, Instalasi Farmasi Pemerintah, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik, Toko Obat, dan praktik mandiri tenaga kesehatan.
BPOM juga telah memerintahkan kepada semua industri farmasi yang memiliki sirup obat yang berpotensi mengandung cemaran DEG dan EG untuk melaporkan hasil pengujian mandiri sebagai bentuk tanggung jawab pelaku usaha.
Risiko mengkomsumsi DEG dan EG yang bersifat toksik (racun) dapat menimbulkan keluhan berupa nyeri perut, muntah, diare, ketidakmampuan berkemih, nyeri kepala, perubahan status mental, kerusakan ginjal bahkan kematian terutama pada kelompok anak-anak.
Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan telah berkirim surat kepada seluruh pihak terkait untuk segera melakukan penyelidikan epidemiologi dan pelaporan kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) pada anak tertanggal 18 Oktober 2022.
Baca juga: Ini Pedoman Penanganan Gagal Ginjal Akut pada Anak
Dalam surat tersebut disampaikan beberapa hal bahwa:
- Kasus Suspek Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal/Atypical Progressive Acute Kidney Injury pada anak adalah kasus penyakit pada anak usia 0-18 tahun (mayoritas usia balita) dengan gejala anuria atau oliguria yang terjadi secara tiba-tiba.
- Kasus Probabel Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal/Atypical Progressive Acute Kidney Injury pada anak adalah kasus Suspek ditambah dengan tidak terdapatnya riwayat kelainan ginjal sebelumnya atau penyakit ginjal kronik, dengan disertai/tanpa disertai gejala prodromal (seperti demam, diare, muntah, batuk pilek), pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan ureum kreatinin (kreatinin > 1,5 kali atau naik senilai ≥ 0,3 mg/dL), dan pemeriksaan USG didapatkan bentuk dan ukuran ginjal normal, tidak ada kelainan seperti batu, kista, atau massa.
- Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan pelaporan melalui link yang tersedia pada aplikasi RS Online dan Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR).
- Mencegah Gagal Ginjal Akut