Rabu, 20 November 2024

Serial Kuliner (2): Nasi Timbel Tak Pernah Bohongi Lidah

Menurut ahli gastronomi dari Universitas Pendidikan Indonesia Dewi Durga Rini nasi timbel dan nasi liwet sudah ada dalam naskah Sunda kuno pada abad ke-7 masehi.

Hot News

TENTANGKITA.CO, JAKARTA – “Pagi Pak, Bu …Mau sarapan apa?” Seorang bapak dengan uniform warna coklat –atas bawah– berdiri di depan kami. “Ada apa saja, Pak?” Lelaki itu menyebutkan nama-nama menu breakfast kami. Suhu pagi sekitar 15 derajat celsius.

“Soto ayam….” kataku mendahului. “Aku juga…” lanjut si Bocah. “Ibu?” Lelaki itu menatap isteriku sambil bersiap menuliskan pesanan sarapan kami di buku kecilnya. “Aku Nasi Timbel, Pak.” Setelah mengulangi daftar pesanan kami, lelaki itu beranjak pergi.

Nasi Timbel siap disantap./Foto Martin Sihombing/Tentangkita.co

“Nasi timbel? Apaan itu?” Bocah berusia 14 tahun bertanya. Sepertinya dia baru tahu. “Makanan khas daerah sini [Sunda]. Nasi dibungkus daun pisang dan dikukus. Ada ayam goreng, sambel, lalap, tahu, tempe…” Si Bocah seperti membelalakan matanya. “Aku…Aku itu aja. Mama aja yang soto…” katanya. Lantang.

Pesanan kami datang. Tanpa berlama-lama, Nasi Timbel hangat itu tuntas disikat. Soto ayam pun kami sikat. “Enak juga ya…” Bocah itu mengungkapkan dengan wajah ceria sambil menyenderkan punggungnya ke dinding saung. “Bersaksilah bahwa lidah tidak akan mengkhianati rasa dan hati kecil…” Demikian satu bait puisi Sambal Teasi Ibu karya Et Thalib.

Baca Juga: Serial Kuliner (1): Tak Ada Seorang yang Sempurna, Kecuali Pizza

Begitulah. Nasi Timbel dan lauk pauknya mudah disukai orang. Nikmat. Pengakuan si Bocah itu, yang keluar secara spontan, menjadi bukti: Makanan tradisional lokal tak pernah bohong. Enak dan nikmat.

Nasi timbel –dalam bahasa Sunda disebut Sangu Timbel–  adalah nasi yang dibungkus dengan daun pisang —-dalam bentuk lonjong–  kemudian dikukus, dapat juga dibakar. Setelah dikukus untuk menambah aroma, biasanya disajikan dengan sambal, lalap, ayam goreng, dan sebagainya. Konon, tempa asal penganan ini, dari wilayah kota Bogor, Priangan dan Purwasuka.Nasi Timbel menggambarkan suasana pedesaan bagi masyarakatat Sunda. Di mana orang Sunda, jika hendak berpergian jauh, senantiasa berbekal nasi yang dibungkus daun pisang dengan maksud agar dibawa dengan praktis dan hemat.

Pada waktu dulu, nasi timbel, merupakan makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat menengah kebawah. Karena, waktu itu, alat makan seperti piring masih sulit diketemukan sehingga masyarakat menggunakan daun sebagai alternatif untuk tempat makan atau membungkus makanan. Nasi Timbel dapat dihidangkan pada pagi hari sebagai sarapan pagi, makan siang dan makan malam.

Dalam pergeseran sosial, nasi timbel –yang dulu merupakan konsumsi bagi masyarakat menengah kebawah– sekarang  menjadikan nilai ekonomi yang mahal. Banyak disajikan di restauran-restauran. Hal ini disebabkan  masyarakat perkotaan rindu  suana kampung:  yaitu aroma nasi karena dibungkus daun pisang.Juga  karena kesibukannya, mereka tidak punya kesempatan untuk membuat nasi timbel sendiri. Pada perkembanganya pada saat ini, nasi timbel merupakan identitas untuk masyarakat sunda menengah keatas.

BACA JUGA: 5 Rekomendasi Wisata Kuliner LEGENDARIS dan TENAR di Sukabumi, Nomor 3 WAJIB BANGET Kamu Coba

Menurut ahli gastronomi dari Universitas Pendidikan Indonesia Dewi Durga Rini nasi timbel dan nasi liwet sudah ada dalam naskah Sunda kuno pada abad ke-7 masehi. “Olahan nasi ini bukanlah hidangan untuk para bangsawan melainkan tradisi masyarakat Sunda saat bersantap bersama,” katanya.

Nasi timbel itu  awalnya di makan pada saat petani ke sawah atau memang juga di akhir pekan saat makan bersama. Juga pada saat  botram (saweran makanan) atau urun makanan (potluck).  Botram adalah pertemuan ketika setiap tamu menyumbangkan makanan yang berbeda dan unik yang biasanya dimasak sendiri untuk dibagikan.  Jadi untuk memudahkan jadi pada saat berkumpul kan mereka membawa makanan.

Temukan Artikel Viral kami di Google News
Artikel Terkait
Terpopuler
Terbaru

Pneumonia Ancaman Serius bagi Anak-Anak, Kematian Terjadi Setiap 43 Detik

TENTANGKITA.CO, JAKARTA - Pneumonia menjadi ancaman serius bagi anak-anak di dunia dan kematian akibat pneumonia  terjadi setiap 43 detik.Wakil...