Jumat, 20 September 2024

Pascakebijakan Hilirisasi, Ekspor Nikel Meroket Ke Rp520 Triliun

Dua smelter besar di Amman-Sumbawa, dan Freeport-Gresik, akan segera beroperasi dengan nilai investasi mencapai Rp50 triliun- Rp60 triliun.

Hot News

TENTANGKITA.CO, JAKARTA – Kebijakan hilirisasi Indonesia melonjakkan penerimaan negara dari ekspor nikel pada 2023 lebih dari sepuluh kali lipat menjadi Rp520 trilin.

Presiden Joko Widodo [Jokowi], dalam Seminar Nasional 2024 yang digelar Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) di Hotel Alila, Surakarta, Kamis, 19 September 2024, mengatakan kebijakan hilirisasi nikel telah membawa lonjakan besar bagi penerimaan negara.

Pada 2015, ekspor nikel Indonesia hanya bernilai Rp45 triliun, tetapi setelah kebijakan hilirisasi diterapkan, nilai tersebut melonjak menjadi Rp520 triliun pada 2023.

“Ada yang menyampaikan kepada saya ‘Pak itu yang untung kan perusahaan pak, rakyat dapat apa?’ Jangan keliru, kita pungut pajak dari sana, pajak perusahaan pajak karyawan, bea ekspor, pajak ekspor, bea keluar, belum PNBP-nya, penerimaan negara bukan pajak, besar sekali,” ungkap Presiden, yang dikutip setneg.go.id.

Selain nikel, Presiden Jokowi juga menyoroti pengembangan hilirisasi di sektor tembaga dan bauksit. Dua smelter besar di Amman-Sumbawa, dan Freeport-Gresik, akan segera beroperasi dengan nilai investasi mencapai Rp50 triliun- Rp60 triliun.

Tidak hanya berbicara soal sektor mineral, Presiden juga menggarisbawahi pentingnya pengembangan hilirisasi untuk sektor-sektor yang lebih padat karya, seperti rumput laut. “Indonesia memiliki garis pantai terpanjang di dunia, dengan potensi besar dalam pengembangan rumput laut.”

“Karena dari sinilah nanti bisa turunannya baik ke pupuk organik, baik ke agar, baik untuk kosmetik, baik untuk tepung dan juga untuk minyak pesawat terbang sekarang ini bisa dari rumput laut,” ucap Presiden.

Selain itu, Presiden turut menyoroti potensi komoditas lain seperti kopi dan kakao. Ia menyebut  produksi kopi Indonesia masih kalah jauh dibandingkan Vietnam, meskipun Indonesia lebih dahulu memulai.

BACA DEH  KONFLIK KADIN, Jokowi: Jangan Sorong Bola Panasnya Ke Saya

Presiden menyebut  riset dan pengembangan (R&D) di sektor pertanian Indonesia masih lemah sehingga berdampak pada rendahnya produktivitas. “Permintaan makin naik, harga makin naik setiap tahun tapi tidak pernah kita urus R&D kita, riset kita lemah di sini,” tutur Presiden.

Temukan Artikel Viral kami di Google News
Artikel Terkait
Terpopuler
Terbaru

639.480 Tentara Rusia Tewas Di Ukraina

TENTANGKITA.CO, JAKARTA - Rusia terus menelan kerugian. Setelah menggempur Ukraina selama dua tahun tujuh bulan, sekitar 639.480 orang tentara...