TENTANGKITA.CO, JAKARTA – Silakan simak tata cara mengurus sertifikasi halal reguler dan sertifikasi halal self declare di artikel ini ya teman.
Pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) penting mengetahui cara mengurus sertifikasi halal reguler dan juga self declare karena ada ketentuan tentang sertifikasi halal berdasarkan Undang-Undang U Nomor 33 Tahun 2014.
Menurut UU No. 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, pada 17 Oktober 2024 mendatang pemerintah bakal menerapkan kewajiban sertifikasi halal untuk tiga jenis produk.
Tiga jenis produk tersebut adalah pertama makanan dan minuman, kedua jasa dan hasil penyembelihan, serta ketiga bahan tambahan pangan dan penolong untuk produk makanan dan minuman.
Berdasarkan aturan, seperti termuat dalam artikel di laman Kementerian Koperasi Usaha Kecil Menengah (KemenkopUKM), kemenkopukm.go.id, ada dua cara mengurus sertifikasi halal yakni metode Self Declare dan metode Reguler.
Metode Self Declare, adalah sertifikasi halal yang dilakukan berdasarkan pernyataan pelaku usaha. Sementara itu metode reguler adalah sertifikasi halal yang dilakukan lewat pemeriksaan dan atau pengujian kehalalan produk oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH).
Pemberlakuan pengurusan sertifikasi halal dengan metode Self Declare hanya berlaku untuk skala usaha mikro dan kecil dengan produk barang.
Sebagai aktor pemeriksa adalah Pendamping Proses Produk Halal yang teregister di Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Penetapan halal akan dilakukan oleh Komite Fatwa Produk Halal.
Lantas, sertifikasi metode reguler berlaku untuk skala usaha besar, menengah, kecil, dan mikro. Produk yang bisa disertifikasi adalah barang dan jasa. Sebagai aktor pemeriksa adalah auditor halal yang terdapat pada LPH. Penetapan halalnya akan dilakukan oleh Komisi Fatwa MUI dan Komite Fatwa Produk Halal.
Apabila produk kalian belum mendapatkan sertifikasi halal sampai dengan 17 Oktober 2024, ada sanksi yang akan diberikan berupa: a. peringatan tertulis, b. denda administratif, c. pencabutan sertifikat halal, d. penarikan barang dari peredaran.
Jadi, untuk para pelaku UMKM, mari segera mengurus sertifikasi halal baik reguler maupun self declare. Jangan sampai kalian mendapatkan sanksi.
Sekarang mari kita bahas satu persatu cara mengurus sertifikasi halal Self Declare dan Reguler.
SERTIFIKASI HALAL SELF DECLARE
Untuk mengurus dengan metode Self Declare, pelaku usaha perlu memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) Berbasis Risiko terlebih dahulu. Setelah itu, pelaku usaha membuat akun SIHALAL di ptsp.halal.go.id, dan memilih Pendamping Proses Produk Halal (PPH) melalui info.halal.go.id/pendampingan.
Setelah itu, kalian harus menyiapkan dokumen persyaratan berupa:
- Surat permohonan
- Aspek legal (NIB)
- Dokumen penyelia halal
- Daftar produk dan bahan yang digunakan
- Proses pengolahan produk
- Manual Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH)
- Ikrar pernyataan halal pelaku usaha
Berikut ini adalah alur cara mengurus sertifikasi halal Self Declare:
- Pelaku usaha mendaftar sertifikasi halal di ptsp.halal.go.id (SIHALAL)
- Pendamping PPH akan melakukan verifikasi dan validasi atas pernyataan pelaku usaha
- BPJPH memverifikasi dan validasi laporan hasil pendampingan dan menerbitkan STTD
- Komisi Fatwa/Komite Fatwa melakukan sidang fatwa Penetapan Kehalalan Produk
- BPJPH menerbitkan sertifikat halal
- Pelaku usaha mengunduh sertifikat halal
Untuk layanan sertifikasi halal bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dengan Self Declare atau pernyataan pelaku usaha, biayanya Rp0.
Pasalnya, biaya pendaftaran dan penetapan kehalalan produk sebesar Rp300 ribu akan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Pusat/Daerah dan Fasilitas Lembaga Negara/Swasta.
SERTIFIKASI HALAL REGULER
Untuk melakukan sertifikasi halal dengan cara reguler, pelaku usaha terlebih dahulu harus memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) Berbasis Risiko. Kemudian, menyusun dokumen persyaratan, yaitu:
- Surat permohonan
- Formulir pendaftaran (bagi jasa penyembelihan)
- Aspek legal (NIB)
- Dokumen penyelia halal
- Daftar produk dan bahan yang digunakan
- Proses pengolahan produk
- Manual Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH)
Bagi usaha non-UMK dan luar negeri, penyelia halal wajib memiliki Sertifikat Pelatihan dan Uji Kompetensi. Bagi jasa penyembelihan, juru sembelih halal wajib memiliki Sertifikat Pelatihan dan Uji Kompetensi. Pelaku usaha harus terlebih dahulu berkonsultasi dengan LPH sebelum memilih LPH.
Berikut adalah alur cara mengurus sertifikasi halal reguler:
- Pelaku usaha mendaftar mendaftar sertifikasi halal di ptsp.halal.go.id (SIHALAL)
- BPJH akan melakukan verifikasi dokumen
- LPH akan menghitung dan meng-input biaya pemeriksaan di SIHALAL
- BPJH akan menerbitkan tagihan pembayaran
- Pelaku usaha membayar tagihan dan mengunggah bukti bayar di SIHALAL
- BPJH akan memverifikasi bukti bayar dan menerbitkan Surat Tanda Terima Dukungan (STTD)
- LPH akan melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian produk
- Komisi Fatwa/Komite Fatwa akan melakukan sidang fatwa penetapan kehalalan produk
- BPJH menerbitkan sertifikasi halal
- Pelaku usaha bisa mengunduh sertifikat halal
Biayanya juga cukup terjangkau, Rp300 ribu untuk pendaftaran dan penetapan kehalalan produk, Rp350 ribu untuk biaya pemeriksaan kehalalan produk oleh LPH. Biaya tersebut di luar biaya uji laboratorium dan di luar akomodasi dan/atau transportasi pemeriksaan lapangan.
Untuk informasi lebih lanjut tentang sertifikasi halal, pelaku UMKM bisa menghubungi Call Center Layanan Sertifikasi Halal di nomor Whatsapp: 0811 1068 3146, Email: layanan@kemenag.go.id, dan Call: 146.