TENTANGKITA.CO, JAKARTA — KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Bupati Bogor, Ade Yasin.
Juru Bicara KPK Ali Fikri mengonfirmasi OTT dilakukan pada 26-27 April 2022.
Baca juga: Bantuan Subsidi Upah BSU 2022 Kapan Cair? Ini Cara Cek Penerima Bantuan Rp1 juta per Karyawan
“KPK melakukan kegiatan tangkap tangan di wilayah Jawa Barat, di antaranya Bupati Kabupaten Bogor, beberapa pihak dari BPK Perwakilan Jawa Barat dan pihak terkait lainnya,” ujar Ali Fikri dikutip dari berbagai media.
Baca juga: Keren, Kecepatan Internet di Stasiun Bogor Pecahkan Rekor MURI
Bupati Ade Yasin diduga menerima suap, namun KPK belum memberikaz keterangan lebih lanjut tentang kasus tersebut.
Menurut Ali, saat ini pihak-pihak yang ditangkap sedang diperiksa secara intensif.
Baca juga: Andi Arief Tuding Jubir KPK Berbohong Soal Surat Panggilan Kasus Bupati Penajam Paser Utara
Status hukum meraka akan ditentukan dalam 24 jam kedepan.
“KPK masih memeriksa pihak-pihak yang ditangkap tersebut dan dalam waktu 1×24 jam.
“KPK segera menentukan sikap atas hasil tangkap tangan dimaksud. Perkembangannya akan disampaikan lebih lanjut,” kata Ali.
Baca juga: Ini Dia Nama 24 Calon Anggota Badan Pelaksana dan Dewan Pengawas BPKH
Ade Yasin meneruskan jejak Bupati Bogor sebelumnya yaitu Rachmat Yasin, yang juga kakak kandungnya, terjerat kasus korupsi.
Rachmat Yasin divonis oleh majelis hakim selama dua tahun delapan bulan penjara karena terbukti terlibat perkara gratifikasi.
Baca juga: Cuti Bersama Lebaran Ditetapkan 4 Hari, Tidak Kurangi Cuti Tahunan ASN 2022, Asyik
Dia menerima gratifikasi dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Kabupaten Bogor dengan total sekitar Rp 8,9 miliar untuk kepentingan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bogor pada tahun 2013 dan Pemilu 2014.
Baca juga: Ini 4 Penyakit yang Mengintai Saat Lebaran, Jangan Berlebihan Makan Lemak dan Manis
Rachman juga mendapatkan tanah seluas 170.442 hektar di Desa Singasari, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor, yang diberikan oleh seorang pengusaha bernama Rudy Wahab untuk keperluan pengurusan izin pembangunan pesantren.
Hukuman itu lebih rendah daripada tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang meminta Rachmat divonis selama empat tahun dua bulan penjara.