TENTANGKITA, JAKARTA – Muhammadiyah melalui Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid menyatakan Bitcoin dan uang kripto lainnya adalah haram.
Keharaman terhadap Bitcoin dan uang kripto tersebut baik sebagai alat investasi maupun alat tukar.
Fatwa tersebut dimuat di artikel yang tayang di laman resmi PP Muhammadiyah di TAUTAN INI.
Berikut ini ulasan tentang fatwa haram terhadap Bitcoin dan uang uang kripto dari Majelis Tarjih dan Tajdin Muhammadiyah:
Salah satu perkembangan terkini dalam transaksi keuangan modern, khususnya dalam wadah dunia digital adalah cryptocurrency.
Mata uang digital ini bersifat komplementer dan berbeda dengan jenis mata uang resmi yang beredar di suatu negara yang dikeluarkan oleh otoritas resmi seperti bank sentral.
Operasional uang ini didasarkan pada teknologi blockchain, yaitu suatu transaksi digital yang dalam strukturnya melalui jaringan komputer, catatan setiap individu yang disebut dengan “blok” akan dihubungkan bersama dalam satu daftar yang dikenal dengan “chain”.
Salah satu jenis mata uang kripto yang paling awal muncul dan populer adalah bitcoin. Setiap transaksi bitcoin dan uang kripto lainnya ini akan terhubung dalam sistem blockchain ini, yaitu buku kas digital yang dapat diakses oleh publik tanpa adanya perantara ketiga, seperti bank.
Dengan demikian paling tidak terdapat tiga entitas penting dalam sistem blockchain dan kripto ini, yaitu transaksi, pencatatan dan sistem verifikasi, dan tempat penyimpanan transaksinya.
Di Indonesia, jika seseorang ingin bertransaksi dengan instrumen keuangan ini, dapat dilakukan melalui aplikasi yang ditawarkan oleh beberapa perusahaan/pedagang aset kripto yang memperoleh izin dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), yang di dalam aplikasi ini ditawarkan banyak jenis-jenis aset kripto.
TENTANG LOLOS SELEKSI KARTU PRAKERJA GELOMBANG 23
Kapan Kartu Prakerja Gelombang 23 Dibuka: Cara Cek Lolos Seleksi atau Tidak
HUKUM MUAMALAH
Mengenai hukum muamalah dengan mata uang kripto, telah ada beberapa lembaga otoritas fatwa keagamaan yang mengharamkan, seperti Al Azhar lewat Majma’ al Buhuts al Islamiyah dan Dar al Ifta Mesir.
Di Indonesia, MUI memfatwakan bahwa bermuamalah dengan bitcoin atau sejenisnya hukumnya adalah haram, baik digunakan sebagai alat tukar juga sebagai komoditas.
Sementara itu, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah memandang mata uang kripto ini dilihat dari dua sisi: sebagai instrumen investasi dan sebagai alat tukar.
Dalam kerangka Etika Bisnis yang diputuskan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid dalam Musyawarah Nasional XXVII di Padang tahun 2003 sebagai seperangkat norma yang bertumpu pada akidah, syariat, dan akhlak yang diambil dari Al Qur’an dan Sunah Al Maqbulah yang digunakan sebagai tolok ukur dalam kegiatan bisnis serta hal-hal yang berhubungan dengannya.
Pertama, kripto sebagai alat investasi. Sebagai alat investasi, mata uang kripto ini memiliki banyak kekurangan jika ditinjau dari syariat Islam. seperti adanya sifat spekulatif yang sangat kentara.
Nilai bitcoin ini sangat fluktuatif dengan kenaikan atau keturunan yang tidak wajar. Selain sifatnya yang spekulatif menggunakan Bitcoin juga mengandung gharar (ketidakjelasan).
Bitcoin hanyalah angka-angka tanpa adanya underlying-asset (aset yang menjamin bitcoin, seperti emas dan barang berharga lain).
Sifat spekulatif dan gharar ini diharamkan oleh syariat sebagaimana Firman Allah dan hadis Nabi Saw serta tidak memenuhi nilai dan tolok ukur Etika Bisnis menurut Muhammadiyah, khususnya dua poin ini, yaitu: tidak boleh ada gharar (HR. Muslim) dan tidak boleh ada maisir (QS. Al Maidah: 90).
TENTANG CEK PENERIMA KJP FEBRUARI 2022
Kedua, kripto sebagai alat tukar. Sebagai alat tukar sebenarnya mata uang kripto ini hukum asalnya adalah boleh sebagaimana kaidah fikih dalam bermuamalah.
Penggunaan mata uang kripto sebenarnya mirip dengan skema barter, selama kedua belah pihak sama-sama rida, tidak merugikan dan melanggar aturan yang berlaku.
Namun demikian, jika menggunakan dalil sadd adz dzariah (mencegah keburukan), maka penggunaan uang kripto ini menjadi bermasalah.
Bagi Majelis Tarjih, standar mata uang yang dijadikan sebagai alat tukar seharusnya memenuhi dua syarat: diterima masyarakat dan disahkan negara yang dalam hal ini diwakili oleh otoritas resminya seperti bank sentral.
Penggunaan bitcoin sebagai alat tukar sendiri, bukan hanya belum disahkan negara kita, akan tetapi juga tidak memiliki otoritas resmi yang bertanggungjawab atasnya.
Belum lagi jika kita berbicara mengenai perlindungan terhadap konsumen pengguna bitcoin.
Dari hal-hal yang disampaikan di atas, dapat diketahui bahwa terdapat kemudaratan dalam mata uang kripto ini. Karenanya, dalam Fatwa Tarjih yang terdapat di Majalah Suara Muhammadiyah edisi 01 tahun 2022 menetapkan bahwa mata uang kripto hukumnya haram baik sebagai alat investasi maupun sebagai alat tukar.
Demikian ulasan tentang Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah tentang status haram Bitcoin dan uang kripto.