Oleh Sutan Eries Adlin
TENTANGKITA.CO: “Bukan gue, kita Ketua semua…,” begitu kira-kira kesimpulan dari pernyataan Dee yang bernama lengkap Dian Yustisi di Grup WhatsApp alumni SMPN 74, Rawamangun, Jakarta Timur, angkatan tahun 1983.
Ceritanya, November 2024, di Grup WA alumni 74-83 muncul rencana anak-anak mau jalan-jalan ke Saung Raya, Ciputih, Kuningan, Jawa Barat. Chat-an Dee itu menimpali pernyataan seorang kawan yang secara tersirat menobatkan dia sebagai Ketua Panitia acara darmawisata itu.
Boleh dibilang, usulan piknik ke Kuningan sengaja gak sengaja deh. Coz, mungkin sejak setahun sebelumnya, udah ada usulan anak-anak 74-83 untuk maen-maen ke Ciputih itu. Tapi rencana tinggal rencana, gak pernah jadi kenyataan.
Sekitar dua bulan lalu itu, tiba-tiba Dee ngechat di grup WA 74-83 mengenai usaha baru transportasi keluarganya yang antara lain rental mobil Elf. Doi menawarkan ke temen-temen yang mau bepergian silahkan ngubungin dirinya.
“Dee, kalau ke Kuningan berapa?” tiba-tiba Ilham Raya pemilik Saung Raya nyautin.
Entah apa yang menyebabkan, tiba-tiba mengalir aja rencana anggota grup WA 74-83 yang sebagian udah pengsiun untuk berangkat ke Saung Raya. Intinya, mereka kangen kumpul-kumpul. Terus, kata-kata ‘ikut’, ‘mau dong’, dan ‘gue daftar ye’ memenuhi percakapan di Grup WA.
“Gak lama, langsung terisi tuh daftar peserta. Yang tadinya target satu Elf, akhirnya melebihi target. Jadi perlu dua Elf. Pesertanya pun mau gak mau dibatesin karena terbatasnya kapastias vilanya Ilham,” kata Dewi Kartika yang berperan sebagai Menteri Keuangan dadakan.
Singkat cerita, beberapa temen menyiapkan acara piknik itu tanpa ada pembentukan panitia segala. Pokoknya, semua diurus bareng-bareng. Meski begitu, tidak bisa dipungkiri apalagi pungkanan, Dee bersama dengan Dewi Kartika, Eka Raufina, TSNB ‘Cokky’ Hutabarat, dan Ilham Raya adalah orang di balik kesuksesan darmawisata alumni 74-83 ke Kuningan itu. Apalagi nama terakhir yang menjadi tuan rumah karena doi yang punya penginapan Saung Raya itu.
Persiapan acara jalan-jalan itu boleh dibilang singkat. Tau-tau beres aja semua termasuk urusan pendanaan. Sudah menjadi kesepakatan, mereka menerapakan kebijakan subsidi silang. Ada temen yang kasih donasi lebih dari biaya per orang yang mencapai Rp500 ribuan. Bahkan ada yang gak ikutan berangkat tetapi nyumbang juga.
Alhasil, ada 31 orang yang tercatat ikut berangkat ke Ciputih Kuningan selama dua hari, tanggal 18—19 Januari. Kok gak terlalu banyak ya…?
Seperti Dewi bilang, kebijakan pembatasan jumlah peserta kudu diambil mengingat kapasitas penginapan di Saung Raya terbatas. ‘Panitia’ sih pengen sebanyak-banyaknya teman yang bisa ikutan. Tapi apa mau dikata. Nasi sudah menjadi bubur kalau kata pepatah. Silakan cek di bagian bawah daftar yang peserta darmawisata, kali aja ada yang Anda kenal.
Nuansa gotong-royong terasa banget ketika temen-temen menyiapkan berbagai hal untuk menyemarakkan acara jalan-jalan itu. Apalagi untuk urusan makanan. Coba deh lihat daftar makanan yang dibawa oleh masing-masing peserta:
- Snack pagi H 1
- Soes (Upik)
- Arem arem (Ade)
- Marmer cake (Upik)
- Gandas turi (Yana)
- Pisgor (Yana)
- Minuman (Oni)
- Desert H 1
- Asinan Asmuni (Iswarita)
- Buah (Hanny)
- Cemilan di jalan pulang dan pergi atau di saung
- Hiromi
- Wirda
- Keripik paru (Vera)
- Cake carrot (Hanny)
- Peyek emak (Ires)
- Krupal (Ria)
- Makan malam
- Tekwan (Budi
- Mie baso (Yuni)
- Baso tahu (Bike)
- Iga bakar (Antoni)
- Sarapan pagi H 2
- Pisang goreng (beli bibi)
- Kupat tahu (beli bibi)
- Nasi goreng (bikin bibi)
- Pastel (Eka)
- Lapis orien (Vera)
- Air mineral di jalan dan di saung dibelikan panitia
- Teh bandul (Anggung ) buat di saung
- Kopi Lampung (Budiarti)
BUSANA GADIS DESA
Keguyuban di antara mereka juga terasa saat menyiapkan kebutuhan di Saung Raya. Bayangin, ada salah satu peserta, Hanny namanya, yang rela berat-berat bawa kebaya sekian stel dari Magelang untuk dipake buat foto-foto. Maklum, para Ras Terkuat di Muka Bumi (baca: emak-emak) mau befotoan ala gadis desa di sawah yang memang ada di sekitar penginapan dengan dresscode kebaya. Sebagai bukti, lihat aja di foto yang ada dalam tulisan ini.
Pas Hari H keberangkatan Sabtu 19 Januari 2025, terjadi sedikit drama. Urutan acara sudah disiapkan. Tapi tau sendiri deh, mana bisa temen-temen yang udah eforia itu diatur?
Titik kumpul disepakati di Veledrome, Rawamangun. Udah dibilang di Grup WA, para peserta diminta kumpul di kafe Velo punya Umar Haris, anak 74-84 yang juga Ketua KAMI74 yang memang biasa jadi tempat kongkow-kongkow kita juga.
Ternyata, praktik di lapangan gak sesuai rencana. Entah siapa yang punya ide ngerubah titik kumpul di sana. Jadi deh pade maen tunggu-tungguan. Yang udah sampe di kafe Velo nungguin aja di situ hahahaha.
Setelah itu, baru deh drama terjadi. Tiba-tiba Ires yang jadi Ketua demisioner alumni 74-83 bilang gak bisa ikutan berangkat ke Ciputih. Doi hadir ke Velodrome hanya untuk nganterin peyek dan ngelepas temen-temen.
Sebenernya ketidakikutan doi sudah diketahui Kabinet Terbatas yang ngurus darmawisata ke Ciputih itu. Rencananya, H-1 Ires mau bilang ke Grup WA tentang hal itu.
“Klo ga usah pengumuman gimane?” kata Dee di grup WA kecil ‘panitia’.
“Iye dadakan aja ya,” Dewi nimpalin sambil menyambung dengan pesen, “Nanti Sabtu pagi, Ires ngelepas kepergian kita kan? Pimpinan doa ya Res.”
Ternyata, sebagian emak-emak tidak terima dengan keputusan Ires. Bike yang sebenarnya tipikal gadis Jawa nan halus seketika jadi seperti wanita besi dengan otoritas penuh. Bike minta Ires untuk nelpon bininya biar doi bisa ngomong langsung.
Sebagai juru bicara, Bike dengan jeung Hanny dan beberapa temen sebagai backing vocal langsung meminta Ibu Negara-nya Ires, Ririn, yang kebetulan mereka sudah kenal sebelumnya, untuk kasih exit permit ke lakinya itu. Rayuan para Ras Terkuat di muka Bumi itu akhirnya membuahkan hasil. Ires diminta balik lagi ke rumah untuk ambil pakaian dan perlengkapan berangkat ke Ciputih.
Bukan maksud apa-apa sih kenapa kisah drama ini ditulis. Cuma mau ngegambarin betapa hubungan pertemanan mereka begitu mendalam bahkan sampai bisa mengintervensi pihak laen termasuk istrinya Ires, hahahahaha.
Akhirnya berangkatlah rombongan dua Elf menuju Ciputih Kuningan dengan dua mobil priibadi yang ikut di belakang. Kayaknya, perjalanan kalau tidak diisi dengan kehebohan bukanlah perjalanan wisata. Silakan deh bayangin keriuhan di dua Elf itu sepanjang perjalanan yang berisi orang yang sudah berteman sejak 45 tahun lalu.
Nah, perlu diceritain gak nih gimana hebohnya acara selama Sabtu Minggu itu, dari Jakarta ke Kuningan terus Kuningan balik Jakarta? Kayaknya gak usah deh ya…. Kayaknya bakal gak cukup sehalaman dua halaman nulisnya. Silakan pembaca bayangin sendiri.
Mendingan baca aja deh gimana komentar setelah kumpul bocah itu usai. Kesan dari Budiarti sepertinya mewakili apa yang ada di hati para peserta. Dengan bahasa yang melankolis, cewek sekarang tinggal di Bogor merasa terharu dengan perilaku dan kerendahan hati teman-teman alumni 74-83 doi.
Bayangin aja, kata Budiarti, di luaran sono temen-temen itu ada yang punya jabatan dan pangkat mentereng. Ada yang jadi perwira tinggi dengan bintang tiga di pundaknya, bos di BUMN, pejabat negara, dokter, wartawan, pengusahawan dan pengusahawati (istilah yang dibikin Budiarti sendiri) plus para pangsiunan.
“Di Saung Raya itu gak ada sekat. Semua melebur jadi satu, gak ada jaim-jaiman. Kita seperti anak-anak SMP yang lagi menikmati liburan sekolah. Betapa indah kebersamaan dengan teman tanpa melihat latar belakang masing-masing,” kata Budiarti.
Momen kayak liburan sekolah waktu kecil juga yang kiranya menjadi bayaran atas pengorbanan kawan Irene Vera Boestaman. Bu Dokter yang selalu menulis tempat tinggalnya sekarang ini dengan ClaX itu harus pulang seorang diri ke kota tempat dia tinggal.
Bahkan doi harus mengambil rute dari ClaX ke Jakarta untuk bergabung bersama temen-temen di Velodrome dulu pas berangkat. Pulangnya, dari Kuningan kudu ke Cirebon untuk ketemu stasiun kereta api baru bablas ke ClaX.
Padahal doi harus bawa tas segambreng karena bawa penganan paru goreng sekaleng kerupuk gede. Kalau istilah zaman dulunya Bleg…. paham gak? Itu lho, kaleng kerupuk putih yang bentuknya kotak besar yang banyak di warung bubur kacang ijo sekarang.
Pulangnya, Uni Dokter ini kudu misah sendiri naik kereta tujuan Cla X dari stasiun Cirebon. “Ambo 8 jam menunggu KA ke CLaX gak kerasa karena waktu diisi dengan lihat poto dan baca komen teman-temen putih abu-abuku di Grup WA,” kata Vera yang kalau ngomong sering gabungin kosa kata Minang sama Jawa ini.
Eh tapi, yang baca kayaknya lagi mikir-mikir Cla X itu di mana ye…? Silakan tebak-tebak sendiri, clue-nya kota itu ada di antara Yogyakartahadiningrat dan Surakartahadiningrat.
Yana yang nama lengkapnya Askawiryana punya kalimat yang lebih gamblang untuk menggambarkan pengorbanan Vera, perasaan Budiarti, dan pastinya juga para peserta piknik Ciputih yang dicurahkan ke grup WA 74-83.
“Bener, gw setuju banget kalau dibilang kayak liburan sekolah. Gak ada sekat. Gak ada tuh ‘sapa lu sapa gue’…!” tulis Yana.
Jadi inget kalimat pembuka tulisan ini dari Dee yang bilang, “Kita Ketua semua…!”
Peserta Darmawisata Saung Raya, Kuningan, alumni SMPN 74-83:
- Dewi Kartika (Dewi)
- Dian Yustisi (Dee)
- Novita Triyanti (Niek)
- Nashrijah Hiromi Yusuf ( Romi)
- Ernie Darmawati (Erni)
- Suhawirda Yusuf (Wirda)
- Budiarti Setyaningsih (Budi)
- Dian Purwita Handayani (Dian)
- Eka Raufina (Eka)
- Kristin Bikartikawati (Bike)
- Risna Hudaya (Nday)
- Dyah Palupi (Upiek)
- Iswarita (Iswa/Rita)
- Siti Lestari (Nunu)
- Sri Indrawati (Ria)
- Arlina Burhan (Arlina)
- Yuni Susilaningrum (Yuni)
- Askawiryana (Yana)
- Ade Indrianingsih (Ade)
- Irene Vera Boestaman (Vera)
- Ilham Raya (Ilham)
- Oni Arif Benyamin (Oni)
- Leonard M. Manurung (Leon)
- Neneng D (Neneng)
- Sutan Eries Adlin (Ires)
- Anggung Dewanto (Anggung)
- Enny Octaviani (Enny)
- Tolhas SNB Hutabarat (Cokky)
- Anthony Ibkar Julian (Anthony)
- Sri Handayani (Hanny)
- Leila Sutinah (Leila)