Jumat, 18 Oktober 2024

Catatan Euro 2024: Inggris, It’s Now or Never…

Pada tahun 2021 (di Euro 2020), mereka akhirnya mencapai final. Italia berdiri sebagai lawan. Sekali lagi skor 1-1 setelah waktu penuh dan tidak ada gol yang tercipta selama perpanjangan waktu. Adu penalti kembali dilanjutkan. Kali ini kembali tidak berjalan sesuai keinginan Inggris.

Hot News

TENTANGKITA.CO, JAKARTA – Final Euro 2024 atau Piala Eropa pada Senin (15/7) dini hari akan menghadirkan Inggris melawan Spanyol di Berlin, Jerman. Mampukah The Three Lions juara? Ingat seperti lirik lagu Elvis Presley: Tomorrow will be too late….It’s now or never.

Tak ada gading yang tidak retak…Kita harus mengakui,  dengan kesadaran penuh, dalam sejarah dunia, tak ada yang bisa menyangkal bagaimana dominasi Inggris terhadap bangsa lain pada awal abad 19 dan 20.

Dalam buku berjudul Empire: kebangkitan dan kehancuran tatanan dunia Inggris dan pelajaran bagi kekuatan global,  Ferguson Nail menulis, pada puncak kejayaannya pada abad ke-19 dan awal abad ke-20, kekaisaran ini merupakan kekaisaran terbesar dalam sejarah dan, selama satu abad, merupakan kekuatan global terkemuka.

  • Final: Inggris vs Spanyol
  • Hari/Tanggal: Senin (15/7)
  • Waktu: 02:00 WIB
  • LIVE STREAMING: Live 1, Live 2

Pada tahun 1913, Kerajaan Inggris menguasai lebih dari 412 juta orang, 23 persen dari populasi dunia pada saat itu. Madison Angus –Perekonomian Dunia Perspektif Milenial (2001), menambahkan,  pada tahun 1920, wilayah tersebut mencakup wilayah seluas 35,5 juta km 2 (13,7 juta mil persegi),  24 persen dari total luas daratan bumi.

Akibatnya, warisan konstitusional, hukum, bahasa, dan  budaya Inggris tersebar luas. Pada puncak kekuasaannya, ia digambarkan sebagai ” kerajaan di mana matahari tidak pernah terbenam”,  karena matahari selalu bersinar setidaknya di salah satu wilayahnya.

Sayang, sejarah dominasi Inggris itu, tak berbanding lurus  di lapangan hijau. Tim nasional Inggris, sejak 1966 atau selama 58 tahun, seperti ‘tim medioker’. ‘Berjuta’ bintang lahir dari liga yang terpopuler dan termahal di dunia, the three Lions, belum berhenti mengejar mimpi.

Orang boleh bicara: Tim sepak bola asosiasi nasional Inggris memiliki tempat khusus dalam sejarah sepak bola, karena berasal dari pulau Inggris tempat permainan ini ditemukan dalam banyak aspek. Tim ini terlibat dalam pertandingan sepak bola pertama antar negara.

Tapi, setelah sukses juara piala dunia 1966, Inggris seperti tim ‘terkutuk’. Kemenangan pada tahun 1966, misalnya, tidak menandai dimulainya era keemasan tim nasional Inggris. Empat tahun kemudian, di Meksiko, Inggris lolos dari grupnya setelah menang dua kali dari tiga pertandingan. Namun tersingkir di perempat final oleh runner-up turnamen tersebut, Italia.

BACA DEH  Kualifikasi Piala Dunia 2026 (AFC): Preview China v Indonesia

Ketika Piala Dunia kembali digelar di Eropa dan Jerman Barat empat tahun kemudian, Inggris tidak  ikut serta. Pada laga terakhir di kandang  melawan Polandia, Inggris, bisa saja mematok tiket ke Piala Dunia mendatang, tetapi mereka hanya berhasil bermain imbang. Ini adalah pertama kalinya tim Inggris gagal lolos ke Piala Dunia.

Catatan hitam itu, hingga kini, terus berlanjut. Inggris belum pernah memenangkan turnamen Euro, tetapi hanya sudah sangat dekat. Pada tahun 1996, sebagai tuan rumah, mereka mencapai semifinal. Pertandingan melawan Jerman berakhir 1-1 setelah waktu penuh dan dilanjutkan ke adu penalti, bukan disiplin terbaik untuk tim Inggris, dan mereka kalah.

Pada tahun 2021 (di Euro 2020), mereka akhirnya mencapai final. Italia berdiri sebagai lawan. Sekali lagi skor 1-1 setelah waktu penuh dan tidak ada gol yang tercipta selama perpanjangan waktu. Adu penalti kembali dilanjutkan. Kali ini kembali tidak berjalan sesuai keinginan Inggris.

Tak ayal,  sebagai ‘teguran’, sempat muncul joke. “what’s the difference betwen a tea bag and england? A tea bag stay longer in a cup…”

Tapi, kini, dalam dua gelaran UEFA Euro Cup, Inggris kembali menegaskan kata-kata usang: Sudah mendekat.

Pada Euro 2020 yang tertunda, Inggris mencapai final turnamen besar untuk pertama kalinya sejak 1966 dan penampilan final Kejuaraan Eropa pertama mereka. Setelah finis di puncak grup yang mencakup Kroasia, Skotlandia, dan Republik Ceko, The Three Lions kemudian mengalahkan Jerman, Ukraina, dan Denmark untuk melaju ke final. Di final yang diadakan di Wembley, Inggris dikalahkan oleh Italia melalui adu penalti setelah bermain imbang 1-1.

Pada Piala Dunia 2022, Inggris mengalahkan Iran dan Wales di babak penyisihan grup untuk lolos ke babak 16 besar. Di babak 16 besar, Three Lions mengalahkan juara bertahan Afrika, Senegal dengan skor 3-0, tetapi disingkirkan oleh juara dunia Prancis di perempat final, 2-1.

BACA DEH  Kualifikasi Piala Dunia 2026 (AFC): Indonesia Akan Menang WO Dari Bahrain, Ini Alasannya

Kini, di Euro 2024, Inggris kembali melangkah ke final. Inggris menempati posisi teratas grup mereka setelah menang 1-0 melawan Serbia dan seri melawan Denmark (1-1) dan Slovenia (0-0). Di babak 16 besar, Inggris mengalahkan Slovakia 2-1 setelah perpanjangan waktu, dengan Jude Bellingham mencetak gol melalui tendangan spektakuler  bicycle kick di waktu tambahan babak kedua untuk menyamakan kedudukan. Di perempat final, Inggris mengalahkan Swiss melalui adu penalti setelah pertandingan berakhir 1-1. Inggris mencapai final Piala Eropa kedua berturut-turut setelah mengalahkan Belanda 2-1 di semifinal.

Mampukah Inggris mengakhiri dahaga gelar selama 58 tahun  pada Senin (15/7) dini hari WIB [02:00 WIB]? Timnas Inggris, sebagian besar, memiliki pelatih asal Inggris, kecuali dua orang non-Inggris: Sven Goran Eriksson dan Fabio Capello. Seperti yang disimpulkan oleh penulis Soccernomics, statistik menunjukkan  frekuensi kemenangan dan kualifikasi turnamen yang lebih tinggi terjadi ketika manajer asing menjadi pelatih (angka tersebut didasarkan pada periode 1990-2011).

Penulis Simon Kuper dan Stefan Szymanski mengklaim  argumen yang paling banyak didengar – termasuk  Inggris tampil buruk karena terlalu banyak pemain asing di liga mereka sendiri – adalah salah.

Menurut perhitungan mereka, ada 32% pemain Inggris di Liga Premier, dan itu lebih banyak pemain domestik dibandingkan dengan di banyak liga besar Eropa lainnya. Mereka fokus pada dua alasan utama mengapa Inggris tidak berhasil dengan baik di turnamen besar.

Pertama adalah terlalu sedikitnya pemain Inggris di liga-liga besar Eropa lainnya kecuali Premier League. Kedua, terlalu banyaknya pertandingan di klub sepak bola Inggris membuat para pemainnya kelelahan ketika tiba waktunya untuk turnamen internasional.

Aspek menarik lainnya dari analisis yang mendukung poin kedua adalah fakta  Inggris jarang mencetak gol di babak kedua Piala Dunia (hanya enam dari empat puluh tiga gol tim yang tercipta di babak kedua dalam tujuh turnamen besar yang dimainkan setelah tahun 1998). Simon Kuper dan Stefan Szymanski menegaskan pemainnya sudah kelelahan.

Tomorrow will be too lateIt’s now or neverMy love won’t wait
Temukan Artikel Viral kami di Google News
Artikel Terkait
Terpopuler
Terbaru

Kualifikasi Piala Dunia 2026 (AFC): Indonesia Akan Menang WO Dari Bahrain, Ini Alasannya

TENTANGKITA.CO, JAKARTA - Tim nasional sepak bola Bahrain  meminta FIFA untuk memindahkan pertandingan kualifikasi Piala Dunia melawan Indonesia ke...