TENTANGKITA.CO, JAKARTA – Konflik di Gaza, Palestina akan kian rumit. Terlebih setelah rumah Pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, di Al Shati, Gaza diserang Israel dan menewaskan adik perempuan dan laki-lakinya. Serangan IDF itu terjadi pada Selasa, kata Hamas pada Selasa (25/6) pagi.
“Adik perempuan pemimpin senior Hamas Ismail Haniyeh dilaporkan tewas dalam serangan IDF di kamp Al-Shati di Gaza pada hari Selasa, media Israel, mengutip sumber-sumber Palestina, melaporkan pada Selasa pagi.” Demikian isi pesan di twitter @IsraelWarRoom.
Serangan Israel menghantam “rumah keluarga Haniyeh di kamp pengungsi Al-Shati,” kata Hamas, “yang mengakibatkan kematian sepuluh warga sipil, termasuk saudara perempuan pemimpin gerakan Hamas, saudara laki-laki Ismail Haniyeh.”
Haniyeh, menurut jpost.com, menanggapinya dengan mengatakan: “Darahnya yang bercampur dengan darah rakyat kami hanya akan membuat kami lebih kuat.”
- BACA JUGA: Perang Israel-Hamas: Ini Daftar Tersangka Kejahatan Perang di Gaza
- BACA JUGA: Laporan CPJ: Korban Jurnalis Dalam Perang Israel-Gaza
Pejabat setempat dan anggota keluarga mengatakan serangan udara Israel pada Selasa di Gaza utara menewaskan 10 kerabat pemimpin politik Hamas Ismail Haniyeh, yang berbasis di Qatar.
Serangan tersebut menghantam sebuah rumah di kamp pengungsi Shati di sebelah barat Kota Gaza.
Serangan Israel pada awal perang sudah menewaskan tiga putra Haniyeh.
Militer Israel mengatakan pasukannya melakukan serangan udara yang menargetkan bangunan di Shati dan daerah lain di Gaza utara yang dikatakan digunakan oleh militan Hamas yang terlibat dalam serangan 7 Oktober terhadap Israel.
Pertempuran terbaru terjadi ketika Mahkamah Agung Israel memutuskan militer harus merekrut siswa seminari Yahudi ultra-Ortodoks. Keputusan bulat pada hari Selasa ini dapat memberikan tekanan tambahan pada pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, yang bergantung pada dua partai ultra-Ortodoks dalam koalisinya.
Di Washington, Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin memperingatkan timpalannya dari Israel, Yoav Gallant, meningkatnya konflik antara Israel dan Hizbullah dapat memicu perang regional dan mendesak adanya solusi diplomatik.
Bahkan ketika konflik Israel-Hamas memasuki bulan kesembilan, pasukan Israel hampir setiap hari saling baku tembak dengan Hizbullah Lebanon yang didukung Iran. “Perang lain antara Israel dan Hizbullah bisa dengan mudah menjadi perang regional, dengan konsekuensi buruk bagi Timur Tengah,” kata Austin, tulis voice of america.