TENTANGKITA.CO, JAKARTA – Salah satu perbedaan pandangan fiqih yang terjadi di kalangan ulama adalan terkait hukum memelihara anjing bagi muslim.
Sementara itu, seperti termuat dalam artikel di laman Kementerian Agama, ada hadits yang menyatakan bahwa memelihara anjing tanpa sebab bakal mengurangi pahala si pemilik hewan itu.
وفي رواية لمسلم من اقتنى كلبا ليس بكلب صيد، ولا ماشية ولا أرض، فإنه ينقص من أجره قيراطان كل يوم
“Dalam riwayat Muslim Rasulullah SAW bersabda: ‘Siapa saja yang memelihara anjing bukan anjing pemburu, penjaga ternak, atau penjaga kebun, maka pahalanya akan berkurang sebanyak dua qirath setiap hari.”
Nah, penafsiran ulama terhadap hadtis menyangkut orang yang memelihara anjing ini berbeda-beda.
Sebagai contoh, ulama dari madzhab Syafi’i memandang bahwa orang Islam haram memelihara anjing tanpa tujuan tertentu. Iman Nawawi contohnya.
Syaikh Nawawi berpandangan seorang muslim hanya boleh memelihara hewan peliharaan itu asal memiliki keperluan tertentu.
وأما اقتناء الكلاب فمذهبنا أنه يحرم اقتناء الكلب بغير حاجة ويجوز اقتناؤه للصيد وللزرع وللماشية وهل يجوز لحفظ الدور والدروب ونحوها فيه وجهان أحدهما لا يجوز لظواهر الأحاديث فإنها مصرحة بالنهى الا لزرع أو صيد أو ماشية وأصحها يجوز قياسا على الثلاثة عملا بالعلة المفهومة من الاحاديث وهى الحاجة
“Adapun memelihara anjing tanpa hajat tertentu dalam madzhab kami adalah haram. Sedangkan memeliharanya untuk berburu, menjaga tanaman, atau menjaga ternak, boleh. Sementara ulama kami berbeda pendapat perihal memelihara anjing untuk jaga rumah, gerbang, atau lainnya.
Pendapat pertama menyatakan tidak boleh dengan pertimbangan tekstual hadits. Hadits itu menyatakan larangan itu secara lugas kecuali untuk jaga tanaman, perburuan, dan jaga ternak. Pendapat kedua (ini lebih shahih) membolehkan dengan memakai qiyas atas tiga hajat tadi berdasarkan illat yang dipahami dari hadits tersebut, yaitu hajat tertentu.”
Demikian tulis Imam Nawawi dalam kitab Shahih Muslim bi Syarhi an-Nawawi, terbitan Beirut, Mu’assasatul Qurtubah: 1994 M/1414 H, cetakan VIII, juz X, halaman 340.
PANDANGAN MADZHAB MALIKI
Pandangan dari ulama yang berada dalam madzhab Imam Malik berbeda dengan ulama madhzab Syafi’i.
Mari kita simak pandangan Ibnu Abdil Barr, seorang ulama mazhab Maliki, sebagaimana berikut:
وأجاز مالك اقتناء الكلاب للزرع والصيد والماشية وكان بن عمر لا يجيز اتخاذ الكلب إلا للصيد والماشية خاصة ووقف عندما سمع ولم يبلغه ما روى أبو هريرة وسفيان بن أبي زهير وبن مغفل وغيرهم في ذلك
“Imam Malik membolehkan pemeliharaan anjing untuk jaga tanaman, perburuan, dan jaga hewan ternak. Sahabat Ibnu Umar tidak membolehkan pemeliharaan anjing kecuali untuk berburu dan menjaga hewan ternak. Ia berhenti ketika mendengar dan hadits riwayat Abu Hurairah, Sufyan bin Abu Zuhair, Ibnu Mughaffal, dan selain mereka terkait ini tidak sampai kepadanya”
BACA JUGA: Ramalan Nasib Shio Anjing di Tahun Naga 2024, Kesehatan, Keuangan Hingga Angka Keberuntungan
Ibnu Abdil Barr menyatakan pandangan itu dalam kitab Al-Istidzkar Al-Jami‘ li Madzahibi Fuqaha’il Amshar, terbitan Halab-Kairo Darul Wagha dan Beirut, Daru Qutaibah: 1993 M/1414 H, cetakan I, juz XXVII, halaman 193.
Dalam pandangan Ibnu Abdil Barr, memelihara anjing tidaklah haram. Larangan dalam hadits Rasulullah itu bersifat makruh, sedangkan pengurangan pahala hanya bersifat preventif.
Keterangan itu ada dalam halaman 193—194 kitab Al-Istidzkar Al-Jami‘ li Madzahibi Fuqaha’il Amshar seperti di bawah ini:
وفي هذا الحديث دليل على أن اتخاذ الكلاب ليس بمحرم وإن كان ذلك الاتخاذ لغير الزرع والضرع والصيد لأن قوله من اتخذ كلبا – [ أو اقتنى كلبا ] لا يغني عنه زرعا ولا ضرعا ولا اتخذه للصيد نقص من أجره كل يوم قيراط يدل على الإباحة لا على التحريم لأن المحرمات لا يقال فيها من فعل هذا نقص من عمله أو من أجره كذا بل ينهى عنه لئلا يواقع المطيع شيئا منها. وإنما يدل ذلك اللفظ على الكراهة لا على التحريم والله أعلم
“Pada hadits ini terdapat dalil bahwa memelihara anjing haram sekalipun bukan untuk kepentingan jaga tanaman, ternak perah, dan berburu. Maksud redaksi hadits ‘Siapa saja yang menjadikan anjing’ atau ‘memelihara anjing’ bukan untuk jaga tanaman, jaga ternak perah, atau berburu maka akan berkurang pahalanya sebanyak satu qirath, menunjukkan kebolehan bukan pengharaman.
Pasalnya, pengharaman tidak bisa ditarik dari pernyataan, ‘Siapa yang melakukan ini, maka akan berkurang amalnya atau pahalanya sekian.’ Larangan itu dimaksudkan agar Muslim yang taat tidak jatuh di dalamnya. Lafal ini menunjukkan larangan makruh, bukan haram. Wallahu a‘lam,”
TERGANTUNG PERLAKUAN PEMILIK
Menurut ulama madzhab Maliki itu, pada prinsipnya kualitas pemeliharaan anjing tergantung bagaimana pemilik mermperlakukan hewan itu sehari-hari. Apabila orang itu memperlakukan hewan itu dengan baik, maka Allah bakal memberikan pahala.
BACA JUGA: TENTANG HUKUM PELIHARA ANJING: Ketua PP Muhammadiyah Kiai Mas Mansur Malah Pelihara
Sebaliknya, ketika perlakukan pemilik terhadap anjing itu buruk, maka Allah akan membalasnya dengan dosa. Dalam kitab yang sama halaman 194, Ibnu Abdil Barr menulis sebagai berikut:
وقد يكون في التقصير في الإحسان إلى الكلب لأنه قانع ناظر إلى يد متخذه ففي الإحسان إليه أجر كما قال صلى الله عليه وسلم في كل ذي كبد رطبة أجر وفي الإساءة إليه بتضييقة وزر
“Terkadang terjadi kelalaian untuk berbuat baik terhadap anjing. Hal ini cukup dilihat dari tangan orang yang memeliharanya. Berbuat baik terhadap anjing bernilai pahala sebagaimana sabda Rasulullah SAW, ‘Pada setiap limpa yang basah terdapat pahala.’ Berbuat jahat dengan kezaliman tertentu terhadap anjing bernilai dosa.”
Demikian perbedaan pandangan fiqih terkait dengan bagaimana hukum memelihara anjing oleh seorang muslim. Wallahu a‘lam.