TENTANGKITA.CO– Barusaja Singapura mengumumkan kasus varian Covid-19 alias Corona Virus yang meningkat. Hal ini dimungkinkan menyebar hingga ke Indonesia.
Dari Kementerian Kesehatan Kemenkes menegaskn jika potensi kenaikan tren kasus Covid-19 di Indonesia ini dipicu oleh adanya subvarian baru yakni Eris atau EG.5 dan EG.2.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi menuturkan jika varian Eris sendiri merupakan turunan dari varian Omicron. Hingga saat ini, Omicron masih menjadi varian yang mendominasi penularan Covid-19 di dunia.
Dari Kemenkes juga memaparkan mengenai beberapa fakra varian baru Covid-19 yang bernama Eris ini.
Beberapa fakta di antaranya varian ini memiliki penularan lebih cepat dibanding varian lain.
Pakar penyakit menular dari Berkeley’s School of Public Health John Swartzberg mengatakan bahwa subvarian satu ini tampaknya mengalahkan varian lainnya soal penyebaran.
“Ini dimulai dengan sangat lambat dan kemudian tampaknya semakin meningkat dalam hal [penularan] mengalahkan pendahulunya,” ujar Swartzberg, mengutip Insider.
Meski memiliki penularan virus yang cepat namun gejala varian ini rendah seperti
– demam,
– kelelahan,
– batuk,
– sakit kepala,
– pilek.
“Mereka yang paling berisiko termasuk orang tua, orang dengan sistem kekebalan yang lemah, dan mereka yang memiliki penyakit kronis,” ujar Swartzberg.
Subvarian Eris juga sebenarnya bukan barang baru. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan lembaga kesehatan lainnya tengah mewaspadai subvarian tersebut sejak awal tahun ini. Di Indonesia, subvarian Eris ditemukan pada Maret 2023 lalu.
Namun, kini tampaknya subvarian Eris kembali bergejolak di dunia, tak terkecuali di dunia. Kasus Covid-19 di RI sepanjang November tercatat mengalami peningkatan 58,9 persen dari Oktober.
BACA JUGA:Bansos Desember 2023 hingga Januari 2024 Dijamin Aman, Silahkan Cari Tahu Cara Cek Penerima Manfaat
WHO menyebutkan bahwa subvarian Eris bisa lolos dari kekebalan tubuh.
Mengutip laman Yale Medicine, EG.5 disebut memiliki mutasi baru pada protein yang berpotensi menghindari sebagian kekebalan yang diperoleh setelah infeksi atau vaksinasi.
“Mirip dengan semua subvarian yang muncul. Ada kemampuan untuk menghindari kekebalan yang lebih tinggi,” ujar ahli penyakit menular Scott Roberts.