TENTANGKITA – Jangan main-main dengan hipertensi atau tekanan darah tinggi. Gegara darting, begitu anak muda sekarang kerap menyingkat, orang berpotensi mengidap penyakit jantung, gagal ginjal, dan juga stroke.
Repotnya, hipertensi atau tekanan darah tinggi kerap tanpa keluhan sehingga sering disebut sebagai silent killer.
Bahkan, hipertensi menjadi kontributor tunggal utama untuk penyakit jantung, gagal ginjal, dan stroke di Indonesia.
Lantas kapan seseorang disebut sudah menderita hipertensi atau tekanan darah tinggi?
Seseorang didiagnosis hipertensi jika hasil pengukuran tekanan darah menunjukkan hasil tekanan sistol (angka yang pertama) ≥ 140 mmHg dan/atau tekanan diastol (angka yang kedua) ≥ 90 mmHg pada lebih dari 1(satu) kali kunjungan.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2018) prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 34,1%. Ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan prevalensi hipertensi pada Riskesdas Tahun 2013 sebesar 25,8%.
Diperkirakan hanya 1/3 kasus hipertensi di Indonesia yang terdiagnosis, sisanya tidak terdiagnosis.
Ketua Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia dr. Erwinanto, Sp. JP(K), FIHA mengatakan kalau seseorang menderita hipertensi dan tidak dikontrol akan menjadi kontributor tunggal yang utama untuk penyakit jantung, stroke, dan gagal ginjal.
“Setiap peningkatan darah 20/10 mm Hg akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung koroner 2 kali lebih tinggi,” katanya pada konferensi pers Hari Hipertensi Sedunia secara virtual, Kamis (6 Mei 2021) seperti dilansir laman P2PTM Kemenkes.
GEJALA DIABETES MELITUS PADA ANAK
KONTROL TEKANAN DARAH
Hipertensi dapat dicegah dengan mengendalikan perilaku berisiko seperti merokok, diet yang tidak sehat (kurang konsumsi sayur dan buah, konsumsi garam berlebih), obesitas, kurang aktivitas fisik, konsumsi alkohol, dan stres.
Keberhasilan mengontrol tekanan darah mencapai target terbukti menurunkan kejadian stroke sebesar 30-40% dan kejadian penyakit jantung koroner sebesar 20%.
Konsumsi garam harus diperhatikan, dianjurkan 5 sampai 6 gram perhari. Sayangnya dalam praktek sehari-hari seseorang tidak pernah menghitung berapa banyak konsumsi garam.
Selain mengonsumsi garam, kiat sehat untuk menurunkan hipertensi harus dilakukan. Erwinanto menyarankan untuk perbanyak makan sayur, buah, sedikit lemak jenuh, ikan, dan sedikit gula. Hal itu harus diiringi dengan berolahraga secara teratur 30 menit per hari.
Jika seseorang mengalami hipertensi, maka upaya yang harus dilakukan adalah mengontrol tekanan darah. Masyarakat diimbau melakukan cek tekanan darah di fasilitas kesehatan terdekat.
Kalau pasien yang sudah hipertensi diharapkan segera mengunjungi dokter untuk mendapatkan penanganan dan upaya-upaya yang harus dilakukan untuk mengontrol hipertensi.
“Kalau individu itu sudah mendapatkan obat dan sudah tahu tekanan darahnya harus diturunkan berapa maka selanjutnya minum obat terus walaupun tekanan darahnya sudah mencapai target.”
TENTANG DIABETES MELITUS: 3 Dari 4 Orang Tidak Sadar Kalau Sudah Mengidap DM
Hipertensi adalah penyakit kronik yang tidak bisa disembuhkan. Jadi kalau seseorang tekanan darahnya sudah mencapai target bukan berarti dia sembuh, tapi terkontrol. Kalau sudah terkontrol maka diharapkan penyakit jantung, stroke, dan gagal ginjal, risikonya akan menurun.
“Yang penting kalau kita bisa mengontrol tekanan darah maka risiko untuk terjadinya stroke dan kematian akibat stroke akan turun 30 sampai 40%,” ucap Erwinanto.
Upaya pemerintah untuk mengelola hipertensi di masyarakat dengan promosi kesehatan, deteksi dini, dan penanganan kasus.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular dr. Cut Putri Arainie mengatakan yang paling penting adalah mencegah dari faktor risiko.
“Begitu ada faktor risiko segera ubah perilaku, karena kalau sudah ada penyakit tidak menular termasuk hipertensi itu hanya bisa dikontrol sepanjang usia, sepanjang itu juga dia harus patuh minum obat sesuai anjuran dokter,” kata dr. Cut.