TENTANGKITA.CO – Anwar Usman, Ketua Mahkamah Konstitusi, dijatuhi sanksi pemberhentian dari jabatannya oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konsttitusi pada Selasa (7/11).
“Menyatakan hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi, sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, prinsip ketidakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan keseataraan, independensi dan kepantasan dan kesopanan,” kata Ketua MKMK, Jimly Asshidiqqie, dalam pembacaan putusannya di Gedung MK, Jakarta, Selasa (7/11)
Anwar Usman sebagai Ketua MK terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakim MK terkait putusan kasus batas usia calon presiden.
Baca Juga
- Kepala Daerah Boleh jadi Capres Meski Belum 40 Tahun, Ini Perbedaan Pendapat Hakim Mahkamah Konstitusi
- Ketua MK Anwar Usman Menjawab Tudingan Mahkamah Keluarga: Saya Bertanggung Jawab ke Masyarakat dan Tuhan!
“Majelis Kehormatan tidak berwenang menilai putusan Mahkamah Konstitusi, in casu putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023,” tulis putusan tersebut “Pasal 17 Ayat (6) dan Ayat (7) UU 48/2009 tidak dapat diberlakukan dalam putusan perkara pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 oleh Mahkamah Konstitusi.”
MKMK pun menjatuhkan sanksi pemberhentian kepada Anwar Usman dari jabatan ketua MK. “Memerintahkan wakil ketua Mahkamah Konstitusi untuk dalam waktu 2×24 jam sejak putusan ini selesai diucapkan, memimpin penyelenggaraan pemilihan pemimpin yang baru, sesuai peraturan perundang-undangan,” tambah Jimly.
Baca Juga
- Mahkamah Konstitusi (MK) Bentuk Majelis Kehormatan, Begini Respons Mahfud MD
- Isi Putusan MK PDF, Ini Link Download Hasil Uji Materi Pemohon Almas Tsaqibbirru Yang Dikabulkan Mahkamah Konstitusi
Selain itu, MKMK juga memutuskan sembilan hakim MK itu dinilai tak dapat menjaga informasi dalam forum Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) yang seharusnya menjadi rahasia.
“Menjatuhkan sanksi teguran secara kolektif kepada hakim terlapor,” imbuhnya.
Keputusan Mahkamah Konstitusi
Pemberhentian ini terkait kasus batas usia Capres dan Cawapres dengan diputusnya permohonan yang diajukan oleh Mahasiswa Universitas Surakarta Almas Tsaqibbirru dalam Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Dalam putusan tersebut, Mahkamah mengabulkan sebagian permohonan yang menguji Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menyatakan, ‘berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun’ bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai ‘berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah’,” ucap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman membacakan putusan pada Senin (16/10/2023) di Ruang Sidang Pleno MK.