Sabtu, 23 November 2024

Sekum Muhammadiyah Abdul Mu’ti Sebut Konflik Palestina dan Israel Bukan Perang Agama

Selain itu, Sekum PP Muhammadiyah itu mengajak umat Islam mengurangi kecenderungan simplikasi terhadap persoalan konflik di Palestina dan Israel.

Hot News

TENTANGKITA.CO – PP Muhammadiyah menyebut bahwa konflik antara Palestina sebagai bangsa dan Israel bukan merupakan perang agama antara Islam dan Yahudi melainkan konflik politik.

Sekretaris Umum (Sekum) Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti menegaskan bahwa banyak umat Yahudi yang menentang aksi brutal Zionesme Israel.

Jadi, menurut Abdul Mu’ti, perlu ada penekanan bahwa peperangan dan konflik yang sudah berlangsung bertahun-tahun di kawasan itu dipicu dengan adanya perebutan wilayah kekuasaan antara Palestina dan Israel.

“Tetapi tentu dalam posisi di mana masyarakat internasional menyebut Israel melakukan okupasi atau agresi terhadap wilayah bangsa Palestina,” kata Abdul Mu’ti menegaskan seperti dilansir laman PP Muhammadiyah, muhammadiyah.or.id.

Penegasan tersebut disampaikan Sekum PP Muhammadiyah saat berbicara dalam forum Halaqah AWM Mingguan: Rekonsiliasi Palestina-Israel: Perspektif Agama, Jumat 27 Oktober 2023.

Abdul Mu’ti menilai konflik berdarah antara Palestina dengan Israel tidak bisa dipandang secara sederhana dan hitam putih sekadar Islam versus Yahudi.

BACA JUGA: CELOTEH CING ABDEL: Amerika Aje Bisa Gue Ber*kin

Lantas Sekum Muhammadiyah itu mengutip data tahun 2022 di mana, sekitar 17 persen atau 1,5 juta penduduk Israel merupakan orang Islam.

Di sisi lain, bangsa Palestina sebagai korban dari Zionisme bukan cuma beragama Islam. Sebagian penduduk Palestina beragama Yahudi, Kristen, dan Druze.

“Sehingga kalau persoalan ini ditarik kepada persoalan perang antara Islam dengan Yahudi ini akan menjadi sebab ketegangan di berbagai wilayah di dunia dan itu sesuatu yang sangat tidak kita kehendaki,” tegas Sekum PP Muhammadiyah itu.

Abdul Mu’ti melihat saat ini ada kecenderungan pemihakan di masyarakat menyangkut konflik tersebut. “Itukan lebih pada pemihakan secara 100 persen Hamas atau Palestina atau Israel dan saling menyalahkan satu sama lain,” katanya.

Meski konflik di tanah Palestine itu sudah berlangsung bertahun-tahun, Abdul Mu’ti meyakini ada peluang menciptakan rekonsiliasi dan perdamaian antara pihak yang bertikai.

Menurut dia, kini banyak gerakan diplomasi kultural oleh masyarakat sipil yang menumbuhkan kesadaran persaudaraan antara umat Islam, Yahudi, dan Kristen.

PERAN KOMUNITAS NONAGAMA

Hal itu membuat Abdu Mu’’ti optimistis tercipta resolusi konflik misalnya menyangkut ide tentang Common Ground, Kalimatun Sawa’, Son of Ibrahim dan yang lainnya.

BACA JUGA: TERNYATA!! 3 Juta Lebih Warga Indonesia Gunakan Aplikasi dari Israel

“Bagaimana komunitas nonagama ini bisa berperan lewat jalur nonmiliter dan nonpolitik untuk membangun kerukunan di antara masyarakat yang berbeda-beda itu,” katanya.

Selain itu, Sekum PP Muhammadiyah itu mengajak umat Islam mengurangi kecenderungan simplikasi terhadap persoalan konflik di Palestina dan Israel.

Dia berharap umat Islam mengedepankan rasionalitas, objektivitas, keadaban dan bukan sentimen emosional semata.

Menurut Abdul Mu’ti, pemihakan yang paling mungkin adalah merujuk kepada kebenaran yang memenuhi hukum internasional.

“Tidak  tidak boleh ada penyerangan ke masyarakat sipil, fasilitas publik walaupun dalam situasi perang. Itu adalah hal-hal yang saya kira perlu dilakukan bersama-sama dan solusi itu bisa dilakukan dengan cara yang beradab, damai dan mengurangi sebisa mungkin ketegangan yang ada,” ujarnya.

Menurut dia, untuk mewujudkan solusi damai, perang harus dihentikan dan harus ada tekanan internasional terhadap Israel agar menghentikan okupasi ke wilayah Palestina.

Pihak yang bertikai juga harus duduk bersama mendengarkan masyarakat internasional berbicara termasuk dari masyarakat sipil demi memujudkan solusi damai di wilayah tersebut.

BACA JUGA: Celoteh Cing Abdel: Namanya Umur, Gak Ada yang Tau!

Menurut catatan modern, konflik antara bangsa Palestina dan negara Zionis Israel terjadi sejak pembagian wilayah Palestina oleh Perserikatan Bangs Bangsa (PBB) pada tahun 1947.

Sebagai dasar dari pembagian wilayah itu adalah Deklarasi Balfour 1917. Setelah ada deklarasi itu, Inggris memfasilitasi imigrasi ratusan ribu kaum Yahudi ke wilayah Palestina.

Pemerintah Inggris juga memberikan bantuan militer bagi kaum Yahudi saat terjadi perlawanan rakyat Palestina pada 1939.

Setelah negara Zionis Israel berdiri pada 1948, konflik berdarah pun secara asimetris dan terstruktur dilakukan kaum Zionis kepada bangsa Palestina hingga hari ini.

Temukan Artikel Viral kami di Google News
Artikel Terkait
Terpopuler
Terbaru

Liga Inggris Minggu (24/11): Ipswich v Manchester United

TENTANGKITA.CO, JAKARTA - Laga Liga Inggris pada Minggu (24/11) akan menghadirkan pertarungan tim dengan nama besar sekaligus mempertaruhkan reputasi...