TENTANGKITA, JAKARTA — Ustadz Adi Hidayat (UAH) dalam sebuah kesempatan ceramah mengungkapkan rahasia-rahasia di balik umur 40-an, saat kedewasaan sudah cukup namun tubuh mulai didatangi penyakit.
Menurut Ustadz Adi Hidayat jika ada seseorang sudah sampai usia 40 tahun, maka musti berhati-hati dan mempunyai bekal serta persiapan terbaik, khususnya lima hal sebelum kembali pada Allah.
“Hati-hati jika yang sudah sampai pada 40 tahun dan belum memiliki satu di antara lima hal ini. Ini peringatan dari Al Quran,” ujar Ustadz Adi Hidayat dalam sebuah ceramah di channel Youtube Kajian Islam Official.
Pertama, dia mesti memperbanyak doa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala agar dibimbing mensyukuri nikmat hidup dan bisa meningkatkan bakti pada orang tua.
“Ya allah bimbing saya untuk selalu bisa mensyukuri untuk selalu bisa mensyukuri segala nikmat yang telah engkau berikan pada saya. Dan pada kedua orang tua,” ujar dia.
Apa itu syukur? Menurut dia tidak ada makna lain dari syukur dalam Al Quran dan hadits kecuali ungkapan kebahagiaan atas nikmat yang diberikan pada kita.
Caranya adalah dengan cara menggunakan nikmat itu sesuai dengan fungsi yang telah Allah tetapkan.
Misalnya, kita akan bersyukur dengan nikmat penglihatan mata, karena anda diberikan 40 tahun hidup dengan mata masih bisa melihat.
Kalau ingin mensyukuri nikmat mata, maka yang paling singkat menggunakan nikmat mata ini adalah dengan melihat yang baik-baik.
“Yaitu ada di Al Quran surat ke-24 ayat (30) untuk laki-laki dan ayat 31 untuk perempuan. Mata hanya melihat yang baik-baik, yang tidak baik segera palingkan,” ujar dia.
Berikutnya adalah perhatian pada kedua orang tua, karena mereka berperan besar dalam pencapaian kita hingga mencapai usia 40 tahun.
“Ada yang memberikan ASI untuk ada, ada yang berkeringat, ada yang memberikan topangan tangan dan bahunya untuk anda. Mereka adalah orang tua,” ujar Ustadz Adi Hidayat.
Bimbingan Allah
Berikutnya adalah jika sudah memasuki usia 40 tahun ini, maka mintalah bimbingan pada Allah agar bisa konsisten mengerjakan amal shaleh yang diridhoi.
Pikirkan, jika sudah bisa mencapai usia 40 tahun, berapa usia yang digunakan untuk beramal sholeh.
“Inilah yang perlu dibimbing oleh Allah, sisa umur setelah 40 tahun agar bisa terus beramal shaleh,” ujar dia.
Ini cara mendapatkan amal shaleh yang cepat singkat dan banyak hasilnya, kata Ustadz Adi Hidayat.
Bimbinglah anak cucu dan keturunan lain agar menjadi orang shaleh. Jadi meskipun kita sudah meninggal maka kebaikan itu akan tetap mengalir.
“Jika anda sampai sekarang merasa belum maksimal salat sunnahnya, jarang ke masjid. Maka setidaknya dorong anak-anak anda untuk bisa melakukan amal saleh itu,” ujar dia.
Profil Ustadz Adi Hidayat (UAH)
Ustadz Adi Hidayat (UAH), menghabiskan masa kecil di Pandeglang, Banten.
Dia kemudian dia melanjutkan pendidikan Tsanawiyyah hingga Aliyah (setingkat SMP-SMA) di Ponpes Darul Arqam Muhammadiyyah Garut pada 1997,
Di Ponpes ini mendapatkan bekal dasar utama dalam berbagai disiplin pengetahuan dari Buya KH. Miskun as-Syatibi.
Tahun 2005, dia mendapat undangan khusus untuk melanjutkan studi di Kuliyyah Dakwah Islamiyyah Libya.
Di Libya, Adi Hidayat belajar intensif berbagai disiplin ilmu baik terkait dengan al-Qur’an, hadis, fikih, usul fikih, tarikh, Lughah, dan selainnya.
Kecintaannya pada al-Qur’an dan Hadits menjadikan dia mengambil program khusus Lughah Arabiyyah wa Adabuha demi memahami kedalaman makna dua sumber syariat ini.
Selain pendidikan formal, dia juga ber-talaqqi pada masyayikh bersanad baik di Libya maupun negara yang pernah dikunjunginya.
Dia belajar al-Qur’an pada Syaikh Dukkali Muhammad al-‘Alim (muqri internasional), Syaikh Ali al-Liibiy (Imam Libya untuk Eropa), Syaikh Ali Ahmar Nigeria (riwayat warsy), Syaikh Ali Tanzania (riwayat ad-Duri).
Adi Hidayat juga belajar ilmu tajwid pada Syaikh Usamah (Libya).
Adapun di antara guru tafsir dia ialah Syaikh Tanthawi Jauhari (Grand Syaikh al-Azhar) dan Dr. Bajiqni (Libya) Ilmu Hadits dia pelajari dari Dr. Shiddiq Basyr Nashr (Libya).
Dalam hal Ilmu Fiqh dan ushul Fiqh di antaranya dia pelajari dari Syaikh ar-Rabithi (mufti Libya) dan Syaikh Wahbah az-Zuhaili (Ulama Syiria).
Dia mendalami ilmu lughah melalui syaikh Abdul Lathif as-Syuwairif (pakar bahasa dunia, anggota majma’ al-lughah), Dr. Muhammad Djibran (pakar bahasa dan sastra), Dr. Abdullâh Ustha (pakar nahwu dan sharaf), Dr. Budairi al-Azhari (pakar ilmu arudh), juga masyayikh lainnya.
Adapun ilmu tarikh, dia pelajari di antaranya dari Ustaz Ammar al-Liibiy (Sejarawan Libya). Selain para masyayikh tersebut, dia juga aktif mengikuti seminar dan dialog bersama para pakar dalam forum ulama dunia yang berlangsung di Libya.
Di akhir 2009 dia diangkat menjadi amînul khutabâ, Ketua Dewan Khatib Jami’ Dakwah Islamiyyah Tripoli yang berhak menentukan para khatib dan pengisi di Masjid Dakwah Islamiyyah.
Dia juga aktif mengikuti dialog internasional bersama para pakar lintas agama, mengisi berbagai seminar, termasuk acara tsaqafah islâmiyyah di kanal At-Tawâshul TV Libya.
Awal tahun 2011 dia kembali ke Indonesia dan mengasuh Ponpes al-Qur’an al-Hikmah Lebak Bulus.
Dua tahun kemudian dia berpindah ke Bekasi dan mendirikan Quantum Akhyar Institute, yayasan yang bergerak di bidang studi Islam dan pengembangan dakwah.