Jumat, 22 November 2024

Keajaiban Alam Salju Abadi di Puncak Jaya Papua Terus Mencair, Tanda-tanda Apa Ya?

Pada 2010, tebal es diperkirakan mencapai 32 meter dan laju penipisan es sebesar 1 meter per tahun terjadi pada tahun 2010-2015. Kemudian saat terjadi El Nino kuat pada tahun 2015-2016, penipisan es pun mencapai 5 meter per tahun.

Hot News

TENTANGKITA.CO – Salju Abadi atau tutupan es di Puncak Jaya, Papua, dikabarkan terus mencair yang bisa berujung pada kepunahan.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKD) menyebut penyebab utama fenomena tersebut adalah perubahan iklim.

Menurut Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, fenomena El Nino yang terjadi tahun ini berpotensi turut mempercepat kepunahan salju abadi atau tutupan es di Puncak Jaya, Papua, itu.

Dwikorita Karnawati mengatakan realitas tersebut memiliki dampak besar bagi berbagai aspek kehidupan di wilayah tersebut.

“Ekosistem yang ada di sekitar salju abadi menjadi rentan dan terancam. Perubahan iklim juga berdampak pada kehidupan masyarakat adat setempat yang telah lama bergantung pada keseimbangan lingkungan dan sumber daya alam di wilayah tersebut,” ungkap Kepala BMKG tersebut.

Dwikorita Karnawati menyampaikan hal itu dalam seminar bertajuk Salju Abadi Menjelang Kepunahan: Dampak Perubahan Iklim? Di Jakarta pada Selasa 22 Agustus 2023.

BACA JUGA: Polusi Udara Jakarta Hari Ini, Berikut Kota-kota Paling Tercemar di Indonesia

Menurut Kepala BMKG, keberadaan salju abadi di Puncak Jaya, Papua, menjadikan Indonesia sebagai wilayah di tropis yang unik karena memiliki tutupan es.

Salju abadi di Puncak Jaya, kata Dwikorita Karnawati,  merupakan keajaiban alam yang menarik banyak perhatian dari kalangan ilmuwan, peneliti, serta pecinta alam. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, dilaporkan terjadi penurunan drastis luas area salju abadi tersebut.

Dwikorita mengatakan bahwa sejak tahun 2010, Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) BMKG bersama Ohio State University, AS, telah melakukan studi terkait analisis paleo-klimatologi berdasarkan inti es (ice core) pada gletser Puncak Jaya.

BMKG dengan didukung PT Freeport Indonesia kemudian terus melakukan kegiatan pemantauan secara berkala terhadap luas dan tebal gletser di Puncak Jaya.

Hasilnya, tambah Dwikorita, sejak pengamatan dilakukan sampai saat ini, tutupan es di Puncak Jaya mengalami pencairan dan menuju kepunahan.

Pada 2010, tebal es diperkirakan mencapai 32 meter dan laju penipisan es sebesar 1 meter per tahun terjadi pada tahun 2010-2015. Kemudian saat terjadi El Nino kuat pada tahun 2015-2016, penipisan es pun mencapai 5 meter per tahun.

BACA JUGA: Amalan Sederhana Rumah Tangga Bahagia Sejahtera dan Berlimpah Berkah dari Mbah Moen

MENIPIS 2,5 METER PER TAHUN

Sementara itu, Donaldi Sukma Permana, Pakar Klimatologi BMKG yang memimpin Studi Dampak Perubahan Iklim pada Gletser di Puncak Jaya, menambahkan bahwa dalam rentang waktu tahun 2016—2022, laju penipisan es terjadi sekitar 2,5 meter per tahun.

Adapun luas tutupan es pada tahun 2022 sekitar 0,23 kilometer persegi dan terus mengalami pencairan.

“Dampak nyata lainnya dari pencairan es di pegunungan ini adalah adanya kontribusi terhadap peningkatan tinggi muka laut secara global,” katanya seperti dilansir laman BMKG.

Akhirnya, Dwikorita menekankan pula bahwa semua pihak perlu meningkatkan kesadaran tentang pentingnya menjaga dan melindungi lingkungan.

BACA JUGA: KJP Bulan September 2023 Kapan Cair: Prediksi Penyaluran Sebelum Tengah Bulan

Upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim harus dilakukan bersama baik oleh pemerintah, masyarakat, maupun sektor swasta dan pihak terkait lainnya.

Pengurangan emisi Gas Rumah Kaca dan penerapan energi baru dan/ atau terbarukan menjadi langkah penting yang harus segera dilakukan.

“Kita perlu terus menjaga dan mengendalikan laju kenaikan suhu dengan cara mentransformasikan energi fosil menjadi energi yang lebih ramah lingkungan,” katanya.

Dalam Dialog untuk Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional di BAPPENAS tanggal 21 Agustus yang lalu, BMKG merekomendasikan pula perlunya program yang lebih sistematis dan berkelanjutan untuk observasi atau pemantauan terhadap parameter lingkungan.

Program observasi  tersebut sangat penting guna menghasilkan analisis dan kesimpulan yang tepat, termasuk pula untuk memberikan peringatan dini secara cepat, tepat dan akurat.

Dengan dukungan ini, BMKG tidak hanya berperan sebagai penyedia data saja, bahkan sudah menjadi tugas operasional BMKG selama ini melakukan analisis, prediksi, peringatan dini dan memberikan rekomendasi berdasarkan data dan informasi yang dibutuhkan berbagai sektor.

Temukan Artikel Viral kami di Google News
Artikel Terkait
Terpopuler
Terbaru

Piala Dunia FIFA 2026: Ini Syarat Indonesia Lolos

TENTANGKITA.CO, JAKARTA - Peluang Indonesia menjadi  satu dari dua negara di Grup C yang lolos  dari babak ketiga Kualifikasi...