TENTANGKITA.CO– Kasus penyakit antraks yang menyebabkan satu orang meninggal di Gunungkidul DIY membuat banyak orang menjadi khawatir pada penyakit ini.
Kewaspadaan wajib ditingkatkan meski demikian tidak membuat kepanikan. Adapun potensi kasus penularan antraks dari hewan ke manusia cukup tinggi, namun pakar memastikan hingga saat ini tidak terbukti ada penularan antraks dari manusia ke manusia.
“Penularan antar manusia terbukti tidak ada hingga saat ini. Jadi jika ada anggota keluarga yang terkena antraks jangan khawatir tertular karena penularan antraks hanya ada antara hewan dengan manusia bukan manusia ke manusia, tidak seperti kasus Covid-19,” ujar pakar sekaligus peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Dr. dr. Dhani Redhono Harioputro SpPD K-PTI FINASIM.
Ketua Tim Pengendalian dan Pencegahan Antraks Jawa Tengah dan RS dr. Moewardi, Surakarta ini menuturkan Antraks merupakan penyakit zoonosis, yaitu penyakit yang menyerang hewan herbivora atau pemakan rumput. Jika hewan tersebut sakit dan terinfeksi antraks maka dapat ditularkan ke manusia yang kontak langsung dengan hewan saat hidup atau mengkonsumsi daging hewan yang kurang matang, yang dapat menyebabkan pasien meninggal dunia.
Antraks disebabkan oleh sejenis bakteri yang disebut Bacillus anthracis, yang dapat menular ke manusia dalam 3 bentuk, yaitu antraks yang menyerang kulit ( Cutaneous anthrax ), saluran pernafasan ( Inhalation anthrax ) dan saluran cerna ( Gastrointestinal anthrax ) .
Antraks yang menyerang kulit biasa nya diawali dengan gatal di kulit, kemudian muncul seperti gelembung kecil di kulit seperti melepuh pada 3 hingga 5 hari, kemudian muncul bengkak disekitarnya dan pada hari ke 7 gelembung pecah dan menjadi luka yang ditandai dengan munculnya kerak warna hitam di atas luka tersebut. Meski demikian antraks kulit memiliki angka kematian paling rendah yakni kurang dari 5 persen. Sementara untuk pemulihan membutuhkan waktu sekitar 1.5 bulan , dari awal luka hingga mengelupas.
Pada bulan Juni 2023 masyarakat dikejutkan dengan adanya 1 orang pasien yang terinfeksi antraks meninggal dunia dan didapatkan pula sekitar 27 orang dengan manifestasi antraks kulit. Dirinya menduga kuat bahwa orang yang meninggal tersebut terserang antraks saluran cerna karena makan daging hewan yang mati karena penyakit antraks.
Staf Medik Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD dr. Moewardi, Surakarta menegaskan Antraks dapat menyebabkan kematian, jika menyerang saluran nafas ataupun saluran cerna, dengan angka kematian atau mortality rate mencapai 95 – 99 persen. Hal ini diungkapkan pada pertemuan penyegaran dan penguatan Surveilans Antraks pada manusia bagi petugas medis Puskesmas dan Rumah Sakit di Kabupaten Gunungkidul D.I.Yogyakarta pada tanggal 24 Juli 2023.
“Antraks yang menyerang saluran nafas gejala mirip infeksi paru dengan ciri demam, batuk, sesak nafas, muntah, batuk darah, syok, hingga gagal nafas yang mengakibatkan kematian. Durasi antara mulai demam sampai gagal nafas hingga meninggal cukup singkat hanya membutuhkan waktu sekitar 3 hingga lima 5 hari saja,” paparnya.
Sementara ciri antraks menyerang saluran cerna, mirip dengan penyakit lambung atau kasus keracunan makan yaitu mual, muntah, sampai terjadi muntah darah dan berak berwarna hitam selanjutnya terjadi syok dan meninggal dunia, hanya kisaran waktu 4 sampai 5 hari.
Dokter Dhani yang juga salah satu Tim Penanganan Flu Burung dan COVID-19 RS dr. Moewardi, menyatakan Gunungkidul diminta meningkatkan kewaspadaan infeksi Antraks ini terutama bila menjumpai hewan yang mati mendadak atau daging yang dijual dengan harga miring.
Ditambahkannya permasalahan yang muncul di Semanu, Gunungkidul adalah adanya budaya Brandu yakni memakan hewan yang telah mati.
BACA JUGA:ALHAMDULILLAH!! KJP Plus Agustus 2023 Cair, Cek Daftar Siswa Penerima di LINK Ini
“Jadi hewan yang sudah mati disembelih kemudian dagingnya dibagi kan dan dijual ke warga untuk meringankan beban pemilik sapi yang mati. Selanjutnya daging ini dikonsumsi sendiri sendiri di tiap rumah,” bebernya.
Sementara sapi yang mati milik warga yang mengandung bakteri antraks yang akan menularkan ke manusia meskipun sudah diolah.
Dokter Dhani kemudian memberikan beberapa solusi terkait antisipasi penularan antraks ini di antaranya, jika ada hewan sapi atau kambing yang mendadak mati, warga diharapkan tidak menyembelih atau memakan daging nya.
“Jika hewan mendadak mati, kemungkinan terbesar, disebabkan antraks, jangan disembelih apalagi di makan. Laporkan ke dinas Peternakan atau Kesehatan, kemudian lakukan perawatan penguburan sapi dengan prosesi antraks diantaranya dikubur didalam lubang yang dalam, dan diatas kuburannya diberi plester semen dan diberi tanda sebagai peringatan bahaya spora antraks. Adapun spora antraks ini dapat bertahan lama sampai 60 hingga 80 tahun.
Dokter Dhani menerangkan jika tetangga atau saudara yang tiba tiba merasa demam badan sakit demam, mual, muntah, pusing, batuk setelah kontak langsung saat hewan hidup atau mati karena antraks hendaknya sebelum rentang waktu kurang dari 14 hari wajib periksa ke puskesmas atau RS terdekat.
“Hati-hati dalam konsumsi daging sebaiknya harus dipastikan darimana sumbernya, dan cara pemasakan sementara ini jangan dimasak setengah matang dan masaklah daging hingga matang,” jelasnya.
BACA JUGA:Beasiswa Nusantara Australia Awards Indonesia di Monash University Dibuka, Ini Informasi Lengkap!!
Dokter Dhani mengimbau supaya warga tidak perlu panik untuk tidak makan daging. Meski demikian kita diimbau harus tahu darimana daging berasal. Bagi pemilik usaha, 2 hewan berupa sapi dan kambing sebelumnya harus rutin divaksin juga oleh pemilik,” tambahnya.
Sebagai penutup dokter Dhani mengatakan selama ini di Gunungkidul setelah dirinya melakukan sosialisasi di beberapa daerah, ternyata pengetahuan masyarakat tentang penyakit antraks ini masih sangat kurang sehingga perlu terus ada sosialisasi massif.