Jumat, 22 November 2024

Sejarah Muhammad Darwis Berganti Menjadi Kiai Ahmad Dahlan, Pemberian Ulama Besar Mekkah Madzhab Syafii

Salah satu guru Kiai Ahmad Dahlan adalah Sayyid Bakri Syatha, ulama dari madzhab Syafii yang pernah menjadi mufti di Mekkah pada era 1880-an.

Hot News

TENTANGKITa.CO – Mungkin sebagian orang tidak tahu kalau pendiri Muhammadiyah terlahir dengan nama Muhammad Darwis. Nama baru dan akhirnya lebih terkenal yakni Kiai Ahmad Dahlan adalah pemberian gurunya ketika Darwis bermukim di Mekkah, Arab Saudi, untuk menuntut ilmu.

Salah satu guru Kiai Ahmad Dahlan adalah Sayyid Bakri Syatha, ulama dari madzhab Syafii yang pernah menjadi mufti di Mekkah pada era 1880-an.

Penjelasan itu disampaikan Peneliti Senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Prof. Ahmad Najib Burhani dalam acara Sarasehan Seabad Wafatnya KH. Ahmad Dahlan Tentang Jiwa, Hidup dan Cita-cita.

Najib Burhani adalah aktivis Muhammadiyah dan juga Anggota Majelis Pustaka Informasi (MPI) PP Muhammadiyah periode 2015-2022.

“Nama Ahmad Dahlan itu diberikan oleh Sayyid Bakri Syatha, salah satu Mufti yang ada di Mekkah,…. Jadi nama Ahmad Dahlan itu sebetulnya adalah nama seorang Mufti paling terkenal di Mekkah sana, nama lengkapnya Ahmad Zaini Dahlan,” uUngkap Najib Burhani pada Jumat malam 17 Maret 2023 seperti dilansir laman muhammadiyah.or.id.

BACA JUGA: Muhammadiyah: Perayaan Maulid Nabi Bukan Bid’ah, Tapi Mubah! Maksudnya?

Syaikh Zaini Dahlan, menurut Najib Burhani, adalah Mufti Mekkah yang paling disegani, yang memangku urusan keagamaan sejak tahun 1870 sampai meninggal.

Dalam catatan tentangkiita.co, Syaikh Zaini Dahlan adalah guru dari Sayyid Bakri Syatha. Syaikh Zaini Dahlan, kata Najib Burhani, juga penganut Mazhab Syafi’i, sebagai mazhab mayoritas di Indonesia dan beberapa negara lain.

Bagi muslim di Indonesia atau Nusantara pada masa itu, Syaikh Zaini Dahlan adalah sosok ulama yang sangat terkenal. Bahkan bagi Masyarakat Jawa, Syaikh Zaini Dahlan merupakan sosok yang sangat populer. Fatwa-fatwanya juga diikuti dan menjadi pedoman oleh masyarakat Jawa waktu itu.

“Kumpulan fatwanya kemudian menjadi referensi itu di Kitab Muhimmat Nafais fi Bayan As’ilat Al Hadith, yang kemudian banyak waktu itu diterjemahkan ke Bahasa Melayu dan memang banyak ditujukan untuk orang-orang Jawa,” ungkap Najib Burhani.

BACA JUGA: Malam Lailatul Qadar Turun Tanggal Berapa Ramadhan? Ini Penjelasan Muhammadiyah

Terkait dengan pemilihan nama Ahmad Dahlan untuk Muhammad Darwis, Prof. Najib Burhani menuturkan bahwa, Sayyid Bakri Syatha melihat banyak kemiripan sifat-sifat antara Muhammad Darwis dengan Ahmad Zaini Dahlan.

“Yang kemudian dia (Sayyid Syatha) merasa bahwa Muhammad Darwis ini akan menjadi sosok yang bisa jadi lebih atau mirip dengan Ahmad Zaini Dahlan di dalam hal keagamaan, di dalam hal penguasaan ilmu-ilmu keagamaan,” kata peneliti BRIN itu.

Dia berharap fakta sejarah ini bisa menjadi pengetahuan umum bukan hanya bagi warga internal Muhammadiyah, tetapi juga seluruh kalangan agar semangat dan sejarah penamaan KH. Ahmad Dahlan tidak menguap ke permukaan.

Sayyid Bakri Syatha

Seperti dilansir laduni.id, guru Kiai Ahmad Dahlan yakni Sayyid Bakri Syatha lahir di Mekkah pada tahun 1266 Hijriyah atau 1849 Masehi. Ulama besar madzhab Syafii itu meninggal pada 28 Juni 1893 dalam usia 44 tahun.

BACA JUGA: Malam Lailatul Qadar Turun Tanggal Berapa Ramadhan? Ini Penjelasan Muhammadiyah

Salah satu guru utama Sayyid Bakri Syatha adalah Syaikh Zaini Dahlan yang mengajarkan dia isi dari kitab-kitab Islam klasik yang sudah banyak dihafalnya.

Kemudian, Sayyid Bakri Syatha mengajar di Masjidil Haram dengan beberapa murid dari Indonesia.

Selain Kiai Ahmad Dahlan yang menjadi pendiri Muhammadiyah seperti yang disebut Najib Burhani, banyak murid Sayyid Bakri Syatha yang kemudian dikategorikan sebagai ulama yang terkait dengan Nahdlatul Ulama (NU),

Di antara muridnya itu ada nama pendiri NU KH Hasyim Asy’ari dan juga guru dari Hasyim Asy’ari, Syekh Mahfuzh at-Tarmasi.

Nama lainnya adalah Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, ulama asal Indonesia yang kemudian menjadi ulama besar di Mekkah, Syaikh Aman al-Khathib Falimban, dan Habib Ali bin Abdurrahman Al Habsyi (Habib Kwitang).

BACA JUGA: Cucu Buya Hamka: Jangan Catut Nama Kakek Soal Fatwa Haram Mengucapkan Selamat Natal

Salah satu kitab terbesar dari Sayyid Bakri Syatha adalah Kitab I`anah Ath-Thalibin yang sampai sekarang masih banyak dipelajari di pesantren-pesantren di Indonesia.

Temukan Artikel Viral kami di Google News
Artikel Terkait
Terpopuler
Terbaru

Piala Dunia FIFA 2026: Ini Syarat Indonesia Lolos

TENTANGKITA.CO, JAKARTA - Peluang Indonesia menjadi  satu dari dua negara di Grup C yang lolos  dari babak ketiga Kualifikasi...