Jumat, 22 November 2024

Anak Muda & Second Account

Hot News

Oleh : Bahrul Wicaksana 

*Pegiat komunikasi dan pemerhati sosial

Orang tua, pendidik atau peneliti yang berusaha untuk memonitor perilaku anak muda atau anak di didiknya di sosial media, mungkin harus berpikir ulang. 

Anak muda sekarang, terutama mereka yang berasal dari Gen Z atau Gen Phi punya strategi yang (sebenarnya bukan baru) untuk “mengecoh” siapapun yang memiliki “otoritas” atau kepentingan untuk memonitor perilaku sosial medianya.

Anda misalnya saling follow dengan anak Anda. Anda tahu bahwa anak Anda gemar berfoto di berbagai kesempatan atau tempat yang Instagramable. 

Tapi Anda tidak melihat banyak update dari akun Instagram anak Anda yang mutual following. Mulailah percaya bahwa anak Anda memiliki “Second Account”.

Baca Juga: KOLOM: Perusahaan Sosial atau Sok Sosial?

Baca Juga: DPR Setujui Jenderal Andika Prakarsa jadi Panglima TNI

Seperti namanya, Second Account adalah akun kedua yang dimiliki anak muda dengan berbagai tujuan, salah satunya yang paling menonjol adalah anonimitas. 

Dengan akun yang anonim ini penggunanya dapat menyembunyikan identitasnya sehingga tak akan dikenali petunjuk-petunjuk yang mengarah pada privasinya seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan, sekolah, kampus, posisi sosialnya atau afiliasi politiknya. 

Dari perspektif yang optimistis, anonimitas memiliki peran penting dalam mendorong kebebasan untuk (freedom to) berekspresi sekaligus tanpa harus merasa takut dan khawatir sekaligus menjaga kebebasan dari (freedom from) tindakan perundungan, sexting, trolling trumping up dan risiko-risiko berbahaya lain akibat penggunaan sosial media. 

Dalam beberapa diskusi dengan anak muda Gen Z, hampir semua teman yang dikenalnya memiliki second account. 

Aturan “tak tertulisnya” second account hanya di-follow oleh second account. Interaksi antar second account yang jauh lebih terbuka dan apa adanya membuat mereka lebih aktif di tempat persembunyiannya ini. 

Baca Juga: PT Pertamina Rekrutmen 32 Posisi untuk Tenaga Berpengalaman, Ini Link-nya

Ketika ditanya, mana yang menurut mereka lebih mewakili dirinya, akun pertama atau second account? Jawaban mereka seragam: mereka justru merasa bahwa second account itulah dirinya yang sesungguhnya. 

Seorang yang saja ajak diskusi mencontohkan, di akun pertama dia memang terlihat sebagai individu yang lebih “behave”, mengenakan atribut-atribut yang memenuhi standar moral sosial. 

Tapi di akun kedua dia berani menunjukan siapa dirinya yang sebenarnya tanpa atribut-atribut moral sosial. 

Second account ini seperti hal sederhana, strategi Gen Z untuk bersembunyi dari anasir-anasir yang hendak memantau atau mengontrolnya. 

Tapi ini memiliki implikasi yang tak sesederhana terutama bagi penelitian-penelitian tentang perilaku sosial media anak muda.

Baca Juga: BNI Buka Lowongan Office Development Program (ODP), Cari Auditor, IT dan General Banking 

Baca Juga: Mahasiswa Unsoed Ciptakan Alat Pengolah Limbah Batik Berbasis Mikroorganisme 

TENTANG KJP PLUS & KJMU

KJP November 2021
Pendataan penerima KJP Plus tahap 2 tahun 2021 termasuk November harusnya sudah selesai. Sesuai jawdal, penetapan final dilakukan sejak 1 sampai 13 Oktober 2021.

APATIS?

Banyak penelitian-penelitian berbasis sosial media menganggap bahwa anak muda cenderung memisahkan diri (disengage) dari diskusi-diskusi berbasis nilai. 

Anak muda dinilai apatis, apolitis dan menganggap diskusi-diskusi berbasis nilai di sosial media kebanyakan omong kosong, sok moralis dan tidak relevan bagi kehidupannya. 

Jika penelitian menitikberatkan pada akun-akun pertama yang ditujukan agar mereka terlihat lebih “behave” di sosial media tentu hasilnya tak akan akurat? 

Bagaimana jika di second account mereka justru adalah individu-individu yang berbeda dan malah sangat “engage” dengan diskusi-diskusi berbasis nilai? 

Seorang yang saya ajak diskusi mengaku cukup mengikuti isu seperti korupsi, hak asasi manusia, perubahan iklim bahkan RUU pencegahan kekerasan seksual dan mengekspresikan pendapatnya dari second account. 

Mereka tak akan melakukannya dari akun pertama karena takut jika aspirasi atau protes atas bentuk ketidakadilan malah menjadikan mereka korban dari perundungan fisik atau mental terutama jika suaranya berbeda atau menentang sikap arus utama

Baca Juga: Peringatan Hari Pahlawan, Ini Link Twibbon dan Cara Menggunakannya

Dari perspektif pesimistis, second account seperti bentuk anonimitas lainnya akan mengarah pada deindividuasi. De-individualisasi mendorong seseorang leluasa mengungkapkan amarahnya. 

Di Jepang mereka menyebutnya sebagai Enjo. Enjo dipersamakan dengan istilah flaming atau trolling yang berarti komunikasi kolektif dimana pengguna sosial dapat mengunggah berbagai komen untuk mengkritisi masalah-masalah publik secara destruktif dan disruptif tanpa tujuan-tujuan yang jelas.

Kalau Anda pemain belakang atau penjaga gawang (moral), bersiaplah atas gocekan second account anak-anak muda kita.

Artikel ini sudah tayang di www.berandakita.com, jaringan berita Tentang Kita, dengan judul yang sama.

Temukan Artikel Viral kami di Google News
Artikel Terkait
Terpopuler
Terbaru

Piala Dunia FIFA 2026: Ini Syarat Indonesia Lolos

TENTANGKITA.CO, JAKARTA - Peluang Indonesia menjadi  satu dari dua negara di Grup C yang lolos  dari babak ketiga Kualifikasi...