TENTANGKITA.CO, JAKARTA – Pemerintah menerbitkan pedoman penanganan Gangguan gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) pada Anak di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Pedoman itu ada dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02./2/I/3305/2022. Tujuannya adalah meningkatkan kewaspadaan dini sekaligus sebagai acuan bagi fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan penanganan medis kepada pasien gagal ginjal akut.
Baca juga: Cara Mudah Cek Daftar Penerima KJP Tahap 2 Tahun 2022: Lihat kjp.jakarta.go.id 26 Oktober
Plt. Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Yanti Herman mengatakan gagal ginjal akut pada anak ini telah terjadi pada awal tahun 2022, namun baru mengalami peningkatan pada September.
Pedoman penanganan Gangguan Ginjal Akut ini memuat serangkaian kegiatan tenaga medis dan tenaga kesehatan lain dalam menangani gangguan sesuai indikasi medis, dimulai dari diagnosis klinis.
Diagnosis gagal ginjal akut pada anak diawali dengan mengamati gejala dan tanda klinis yang dialami pasien, salah satunya terjadi penurunan jumlah BAK (oliguria) atau tidak ada sama sekali BAK (anuria).
Baca juga: Begini Gejala dan Tindakan Awal untuk Tangani Gagal Ginjal Akut pada Anak
Hal ini mengindikasikan adanya penurunan cepat dan tiba-tiba pada fungsi filtrasi atau penyaringan ginjal.
“Biasanya ditandai peningkatan konsentrasi kreatinin serum atau azotemia dan/atau penurunan sampai tidak ada sama sekali produksi urine,” kata dr. Yanti.
Gagal Ginjal Akut diketahui menyerang anak dengan di rentang usia 6 bulan-18 tahun, paling banyak terjadi pada balita. Dengan gejala awalnya berupa infeksi saluran cerna dan gejala ISPA, gejala khas adalah jumlah air seni yang semakin berkurang bahkan tidak bisa BAK sama sekali.
Pada kondisi seperti sudah fase lanjut dan harus segera dibawa ke Faskes seperti RS.
Untuk itu, bagi orang tua yang memiliki anak dengan gejala seperti diatas terutama pada rentang usia tersebut, diminta lebih waspada dengan aktif melakukan pemantauan tanda bahaya umum serta pemantauan jumlah dan warna urin (pekat atau kecoklatan) di rumah, pastikan anak mendapatkan cairan yang cukup dengan minum air.
Baca juga: Gagal Ginjal Akut Misterius Pada Anak Terkait dengan Vaksinasi Covid-19? Ini Penjelasan Kemenkes
”Bila anak mengalami gejala dan tanda disertai dengan volume urine berkurang atau tidak ada urine selama 6-8 jam (saat siang hari), segera bawa anak anda ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut,” ujar Yanti.
Saat di rumah sakit, Kemenkes merekomendasikan agar pemeriksaan berlanjut pada fungsi ginjal (turun, kreatinin). Kalau fungsi ginjal meningkat, selanjutnya dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk menegakkan diagnosis, evaluasi kemungkinan etiologi dan komplikasi.
Jika hasil pemeriksaan menunjukkan positif gagal ginjal akut, selanjutnya pasien akan dilakukan perawatan di ruangan intensif berupa High Care Unit (HCU)/Pediatric Intensive Care Unit (PICU) sesuai indikasi.
Selama proses perawatan, fasyankes akan memberikan obat dan terus memonitoring kondisi pasien yang meliputi volume balance cairan dan diuresis selama perawatan, kesadaran, napas kussmaul, tekanan darah, serta pemeriksaan kreatinin serial per 12 jam.
”Selama proses perawatan pasien Gagal Ginjal Akut akan diberikan Intravena Immunoglobulin (IVIG). Sebelum diberikan, Rumah Sakit harus mengajukan permohonan kepada Direktorat Jenderal Farmasi dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan,” jelas dr. Yanti.
Baca juga: Info KJP Plus November 2022 dan Siapa Saja Siswa yang Tak Bakal dapat Bantuan
Menurut laporan IDAI, jumlah kasus gagal ginjal akut pada anak terus meningkat sejak Agustus lalu. Puncaknya terjadi pada September dengan 78 kasus. Meskipun demikian, pihaknya meminta masyarakat untuk tetap tenang, selalu hati-hati dan waspada.
Karena Kemenkes secara aktif terus melakukan pemantauan dan pelacakan kasus di masyarakat guan menemukan kasus gagal ginjal akut sedini mungkin.
Salah satunya dengan pelaporan penyakit gagal ginjal akut pada anak maupun penyakit menular lainnya melalui Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon Event Based Surveillance (SKDREBS)/ Surveilans Berbasis Kejadian (SBK) di https://skdr.surveilans.org dalam waktu kurang dari 24 jam.
Baca juga: Cara Mudah Cek Daftar Penerima KJP Tahap 2 Tahun 2022: Lihat kjp.jakarta.go.id 26 Oktober
Apabila fasyankes tidak memiliki akun SKDR, bisa melaporkan ke Dinkes dengan mengisi Formulir Penyelidikan Epidemiologi (PE) yang dapat diunduh di https://skdr/surveilans.org dan mengirimnya ke PHEOC melalui nomor WhatsApp 087777591097 atau email poskoklb@yahoo.com atau pheoc.indonesia@gmail.com
”Pelaporan ini berlaku untuk semua penyakit yang berpotensi terjadi KLB, kami harapkan Rumah Sakit dan Dinas Kesehatan terkait bisa melaporkan secepatnya,” harap dr. Yanti.